Mengawal Harapan Indonesia Baru
Andreas S. Pratama | 26 Oct 2014, 09:12
Pada 20 Oktober 2014 silam, wajah Ibukota Jakarta berubah total. Seluruh jalan protokol, mulai dari Senayan hingga kawasan Monas, penuh sesak dengan masyarakat. Mereka berkumpul di sepanjang jalan, menunggu momen-momen untuk menyambut, mengantar, atau sekadar untuk menyaksikan langsung sosok Ir. Joko Widodo (Jokowi) yang baru saja dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia ke-7.
Massa langsung dilanda euforia ketika Jokowi naik ke sebuah kereta kuda - kereta kencana sebut sebagian orang - di Bunderan HI. Mereka menyerukan nama sang presiden baru berulang kali. "Jokowi.. Jokowi.. Jokowi..!!," terus berulang-ulang. Tak berhenti di situ, massa ikut bergerak demi mengarak Jokowi menuju Istana Merdeka. Teriknya sengatan matahari tak dihiraukan, karena masyarakat merasa tengah mengawal sebuah harapan baru untuk Indonesia yang lebih baik.
Jokowi memang dikenal dekat dengan rakyatnya. Semenjak menjadi Walikota Surakarta pada tahun 2005, ia memilih untuk turun ke lapangan, menghampiri para warga di kota Solo, dan mendengar keluh-kesah langsung dari mulut masyarakat. Kebiasaan tersebut ia teruskan kala menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta pada tahun 2012. Kedekatan seorang pemimpin dengan rakyatnya inilah yang sudah lama menghilang dari Indonesia.
Gaya kepimpinan Jokowi yang kerap turun ke lapangan ini telah kita kenal dengan istilah blusukan. Banyak pihak yang mengatakan bahwa gaya ini merupakan sebuah tanda terjadinya pergeseran atas sebuah model kekuasaan. Pemerintah dan penguasa kini tak lagi memiliki makna "yang memerintah" atau "yang menguasai" - sebuah makna yang jauh dari rakyat - tetapi berevolusi menjadi pengayom, pelindung, dan pelayan masyarakat.
Sebenarnya gaya kepemimpinan ini bukanlah sesuatu hal yang terbilang baru. Dunia telah lebih dahulu mengenal Presiden Uruguay Josse Mujica yang begitu sederhana, sehingga dikenal sebagai presiden termiskin di dunia. Lalu ada Presiden Paraguay Fernando Lugo yang dijuluki Bapak Kaum Miskin. Bahkan bila kita mundur jauh ke belakang, Yesus pun sebenarnya juga telah lebih dulu blusukan sambil mengajar firman Allah dan mengunjungi mereka yang membutuhkan.
Kini setelah berhasil mendekatkan diri dengan rakyat yang dipimpinnya, kini Jokowi dan Jusuf Kalla harus mulai bekerja keras. Tentu saja kerja keras ini harus didukung oleh susunan kabinet yang tepat, yang dapat mendukung kinerja presiden. Namun selain itu, kita - khususnya umat Katolik - juga memiliki tanggung jawab. Masa-masa penuh euphoria sudah lewat. Kini kita harus mulai bekerja, bekerja, dan bekerja, demi menuju ke Indonesia yang lebih baik lagi
Jokowi kini tengah mengemban harapan tinggi dari masyarakat di pundaknya. Apabila pasangan JKWJK tetap memelihara komitmen untuk terus bekerja, bekerja, dan bekerja, maka Indonesia niscaya akan mampu bergerak lebih maju dan terbang lebih tinggi.
Selamat bekerja, Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |