Merdeka! Kok, Seperti Panjatpinang
15 Aug 2013, 10:37
Ada lomba paling digemari setiap merayakan HUT Kemerdekaan RI 17 Agustus di kampung-kampung, yaitu lomba panjat pinang dan makan kerupuk. Seru dan lucu dan menjadi atraksi menarik dan menghibur. Sambil menonton ulah peserta yang berusaha mengambil hadiah, di benak ini timbul imajinasi dan analogi. Bukankah kehidupan sekeliling kita ini ibarat seperti panjat pinang dan makan kerupuk itu?
Ekspresi yang timbul adalah mereka yang di bawah selalu menjadi tumbal bagi keserakahan sekelompok kecil yang bertengger menjadi di atas. Bahkan tak segan menginjak kepala orang yang berada di bawahnya. Lebih jauh lagi adalah eksploitasi manusia atas manusia lain. Kemudian kelompok kecil yang bertengger di atas setelah menginjak-injak bawahnya sebelum mengambil hadiah yang tergantung, meluapkan rasa kemenangannya dengan menari-nari dulu. Ini menunjukkan tarian di atas penderitaan orang lain.
Lalu lomba makan kerupuk. Kalau pemerintah sadar ini merupakan sindiran langsung. Lihat saja pembagian BLSM "balsem" bantuan langsung sementara bagi rakyat miskin akibat kenaikan BBM yang hanya Rp 150.000/orang tiap bulan dan hanya akan berlangsung 3 bulan saja. Memperolehnya berdesak-desakkan malah ada yang meninggal, tragis. Di makan kerupuk, hanya untuk makan kerupuk saja peserta harus berjuang keras untuk mencoba menggigit dan mengunyahnya. Kerupuk ibarat rezeki sehari-hari yang dicari rakyat bawah, yang sudah benar-benar susah dan kalau berhasil punya, seperti makan kerupuk, tidak mengenyangkan. Apalagi harus mikirin biaya anak sekolah.
HILANG PELUANG
68 tahun merdeka ada rasa gamang karena kegagalan demi kegagalan kita tuai, sehingga tujuan untuk menciptakan kesejahteraan/kecerdasan warga Negara sesuai dengan amanat konstitusi makin menjauh. Perasaan tertinggal dengan bangsa lain (Singapura dan Malaysia) makin terasa untuk menggapai kemajuan di dunia yang semakin landai ini. Padahal sebenarnya kita punya segalanya terlebih-lebih SDM maupun sumber kekayaan alam yang melimpah.
Begitu banyak peluang besar datang silih berganti tetapi kita gagal menggunakan kesempatan secara optimal. Sebagai momentum untuk mendorong kemajuan, juga tidak lahir gagasan besar dan langkah monumental untuk melakukan terobosan. Dua kali pemerintahan Presiden SBY terus menerus terjebak dalam sikap yang reaktif yang bertumpu pada oportunitas jangka pendek. Uang rakyat yang menjadi Anggaran Belanja Negara malah dibuat bancakan oleh para koruptor untuk pribadi, juga dana kehidupan partai-partai pendukung pemerintah.
Tak heran yang kita petik sekarang masyarakat yang terpecah belah. Mayoritas merasa yang memiliki Negara sendiri, minoritas hanya dianggap sebagai "orang indekos". Mending kalau mayoritasnya membawa kemajuan? Cita-cita Bung Karno bahwa kemerdekaan sebagai "jembatan emas" untuk menggapai cita-cita tak pernah terwujud sekalipun presiden berganti-ganti. Kita memang butuh pemimpin yang tangguh, tegas dan tanggon, berjiwa kerakyatan mempunyai visi jauh kedepan seperti para bapak-bapak bangsa dahulu. Tahun 2014 merupakan harapan perubahan. Hilang lagikah momentum itu?
(Ign.Sunito)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |