Karena Politik Tak Hanya Pilkada...
Helena D. Justicia | 11 Feb 2017, 13:19
Sebentar lagi, pesta demokrasi yang bernama pemilihan kepala daerah (pilkada) akan digelar serentak di seluruh Indonesia. Jakarta kebagian tanggal 15 Februari, dan selama 3 bulan terakhir, kampanye setiap pasangan calon (paslon) lewat berbagai media massa menyesaki hidup warga.
Politik Itu Suci
Menjadi persoalan kemudian, ketika berbagai kampanye itu, baik yang putih maupun hitam (black campaign) menunjukkan realitas politik yang jauh dari ideal. Ada kampanye yang menjelek-jelekkan paslon lain. Ada juga praktik pencitraan supaya paslon tertentu mendapat dukungan publik. Orang jadi berpikir: politik memang kotor, karena apapun dapat dilakukan untuk mendapat kekuasaan!
Padahal, "Politik itu suci. Yang kotor adalah bermain-main dengan politik," demikian tulis Uskup Agung Jakarta Mgr. Ign. Suharyo dalam buku Spiritualitas Politik. Secara umum, politik adalah pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang dilakukan dalam kehidupan publik. Contoh: keterlibatan di tempat kerja, perkumpulan, atau kelompok masyarakat sipil. Secara khusus, politik mengacu pada keterlibatan langsung dalam politik praktis demi tercapainya kebaikan umum (bonum comune), seperti di tingkat legislatif, yudikatif atau eksekutif dalam tata pemerintahan negara.
Heboh pilkada yang kita alami akhir-akhir ini, karenanya hanya menjadi sebagian kecil saja dari kehidupan politik. Masih ada bagian-bagian lain, peran-peran lain yang dilakukan oleh sejumlah orang di antara kita. Bahkan dapat dikatakan, peran itu sepi dari perhatian kendati tugasnya sungguh mulia.
Lenawaty Chandra, misalnya. Siapa umat MBK yang tak mengenal sosok ini? Staf Sekretariat Gereja MBK ini adalah juga seorang Ketua RT di wilayah Kebon Jeruk Baru. Sudah 5 tahun Lena menjabat Ketua RT. "Awalnya ada konflik di lingkungan, lalu ketika diadakan pemilihan Ketua RT, pihak RW sampai mengatakan bahwa semua akan diambil alih pihak RW jika tidak ada yang mau menjadi Ketua RT," kisah Lena. Merasa terpanggil, Lena lantas mencalonkan diri dan kemudian terpilih secara aklamasi.
Situasi yang sama dialami Antonius Vincentius Soenardi Krisnandoko, anggota DPH MBK yang menjadi Ketua RT di Apartemen Taman Anggrek. "Ketua RT yang lama ternyata KTP-nya bukan di Taman Anggrek, sehingga kemudian dimintalah warga yang ber-KTP situ untuk jadi Ketua RT," ungkap dokter Nardi, panggilan akrabnya.
Masih ada satu nama lain yang dikenal umat, yakni Ernestus Agus Salim, yang juga Ketua RT di wilayah Tanjung Duren. Mas Agus, demikian biasa ia disapa umat, adalah staf Sekretariat Gereja MBK. Ia kini sudah menjabat RT selama dua periode.
Dari Banjir sampai Perselisihan Warga
Banyak kisah yang dituturkan oleh para Ketua RT ini. Lena mengisahkan upayanya mengatasi banjir di wilayahnya. "Ternyata ada struktur jalan yang tidak benar, sehingga harus dibongkar," ujarnya. Pembongkaran itu tentu butuh biaya besar. Dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan (musrenbang), dana itu diajukan. "Jadi semua Ketua RT berkumpul bersama pihak RW, lalu kami tentukan prioritas pembangunan di wilayah kami. Harus pintar ngomong, supaya ide kita diterima oleh orang lain." Lena pun berhasil mendapat dana untuk menata kawasannya.
Sementara itu, dokter Nardi tak perlu risau dengan pembangunan wilayah karena apartemen sudah memiliki infrastruktur yang memadai. Yang menjadi tantangan adalah, "Warga yang saya layani mencapai jumlah 400 KK karena mencakup 1 tower. Apalagi di apartemen, bukan hal mudah untuk berjumpa dan berkomunikasi dengan warga. Padahal saya kan harus tahu aktivitas atau persoalan yang mereka alami," kisahnya.
Jika Lena disibukkan dengan penataan kawasan, dokter Nardi berusaha membuat banyak program kebersamaan antarwarga. "Persoalan biasanya jika ada warga yang terganggu oleh tingkah laku warga lain, misalnya soal keributan atau pelanggaran aturan tentang binatang peliharaan." Jika mediasi antarwarga tak berhasil dilakukan, dokter Nardi akan meminta bantuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun (PPRS) atau pengelola apartemen.
Sementara itu, menjelang Pilkada DKI, Agus mengaku ketambahan pekerjaan. Ketika santer berita bahwa Ketua RT se-Jakarta mendapat hadiah jam tangan dari satu paslon, Agus tertawa, "Boro-boro dapat jam tangan. Yang ada ini," katanya sambil menunjukkan 500 lembar surat panggilan ke TPS yang harus ia tanda tangani. Tugasnya adalah memastikan semua warga mendapat hak pilih, serta dapat melaksanakan hak pilihnya itu di TPS.
Euforia pilkada yang kini tengah melanda Jakarta akan segera berlalu. Akan tetapi, tugas panggilan para Ketua RT itu tak pernah usai. Ketika warga Jakarta mulai lupa dengan pilkada, para Ketua RT masih terus berjuang untuk membuat warganya sejahtera. Mereka akan terus berjibaku dengan got yang mampet, perselisihan antarwarga, kebersihan kawasan, dan aneka persoalan kemasyarakatan lainnya. Inilah praktik politik yang sesungguhnya, yang suci, yang ditujukan demi kebaikan bersama. Salut untuk mereka!
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |