Dari Redaksi
4 Apr 2015, 18:13
Menjadi seorang kapten di sebuah klub sepakbola nyatanya tak mampu menahan ambisinya. Demi perkembangan diri dan karirnya, seorang anak muda membuat sebuah keputusan yang amat besar. Keluar dari zona nyaman, ia akhirnya memutuskan untuk berangkat meninggalkan kota kelahirannya, Madrid, menuju kota tempat grup The Beatles dilahirkan, Liverpool.
Keputusannya amatlah tepat. Di sana, dirinya menjadi seorang idola yang bisa disebut telah mendekati legenda. Rentetan rekor yang dilahirkan dari tarian cepat kedua kakinya membuat namanya dielu-elukan oleh penghuni stadion Anfield. Tak sedikit pula yang rela mengeluarkan uangnya untuk membeli sebuah kaus merah dengan tulisan namanya di bagian belakang. Ini adalah sebuah bukti betapa melekatnya nama sang bocah ajaib dari Madrid di hati sebagian besar penghuni kota Liverpool.
Ketika dirinya telah menjadi dicintai, uang pun menjadi penggoda yang mujarab. Digoda dengan tebaran poundsterling, sang idola pun rela berganti seragam. Warna biru menjadi warna yang melekat di sekujur tubuhnya. Dari Liverpool, ia menyeberang ke ibukota London.
Sayang harga tak berbanding kualitas. Digadang-gadangkan sebagai aset terbaik, nyatanya ia hanya menjadi beban pengeluaran yang memberatkan neraca keuangan. Meski tubuhnya masih mampu bergerak dengan akselerasi tinggi, sayang kaki-kakinya tak bisa lagi menendang dengan level akurasi yang tinggi. Atas dasar catatan tersebut, ia pun terkucilkan dan menghabiskan kariernya sebagai penghangat bangku cadangan.
Menghadapi keadaan tersebut, ia pun memutuskan untuk kembali mengembara. Tujuannya kali ini adalah kota mode di Italia,Milan. Sayangnya performanya yang kadung memburuk kembali membuatnya menjadi buangan. Sang anak muda yang dulu diramalkan akan menjadi seorang legenda sepakbola Spanyol, kini menghadapi sebuah masa depan yang suram. Label "pemain gagal" tertanam di atas dahinya. Tak ada satu pun pihak yang kini berani menampungnya. Bakatnya sebagai juru gedor lenyap seketika. Tetapi ia ingat, masih ada satu tempat yang akan menerimanya dengan tangan terbuka. Ia kembali mengeluarkan kopernya dan memesan tiket pesawat dengan tujuan kota Madrid.
Setibanya di sana, ia terkaget-kaget. Sore itu Vicente Calderon bergemuruh dan bergoncang. Seluruh penghuninya meneriakan namanya dengan lantang. Tak ada satu pun dari mereka yang menyebutnya sebagai seorang pengkhianat. Membalas sambutan meriah tersebut, sang anak muda hanya bisa melambaikan tangan. Hatinya bergetar, matanya menunjukkan perasaan haru. Ia telah kembali ke rumah. Fernando Torres telah menemukanarti sebenarnya sebuah keluarga.
Keluarga adalah tempat dimana kita menjadi diri sendiri. Sebuah wadah dimana kita diterima apa adanya, tanpa harus menghakimi masa lalu yang telah kita lewati. Kita belajar nilai-nilai agama dan moral yang bisa menjadi bekal untuk menjalani hidup. Kita boleh meninggalkan rumah, merantau ke manapun kita mau, tetapi keluarga adalah mereka yang menanti-nantikan kita kembali pulang untuk saling berbagi cerita.
Selamat merayakan Paska.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |