Pesan Dari Libya, Karma!

  30 Oct 2011, 00:21

Pekan ini berita dunia ditujukan ke Libya dengan terbunuhnya diktator yang sudah berkuasa 42 tahun dan menjalankan kekuasaannya dengan tangan besi. Dengan kematian yang sangat hina bak seekor tikus yang ditarik dari gorong-gorong setelah diburu oleh rakyatnya sendiri. Semua media di Indonesia hampir menyebut Khadafy terkena karma yang dibuatnya sendiri. Tajuk Kompas (24/10/11) menyebut ia ngunduh wohing pekerti di mana budaya Jawa menerjemahkan, ia memetik hasil yang ia tanam sendiri, ia dihinakan karena selama berkuasa juga menghinakan orang lain.

Iman Katolik memang tidak spesifik menyebut karma, tetapi budaya Timur sangat kental kepercayaan terhadap kepercayaan ini. Karma berlaku tidak seperti membalik telapak tangan, berjalan melalui sebuah proses dan budaya Jawa malah menekankan. Karma bisa berlaku terhadap anak-cucu yang sebenarnya tidak tahu apa-apa, akan dosa orang tua. Karma merupakan salah satu ajaran budi pekerti. Penulis dalam umurnya yang sekarang banyak menyaksikan individu-individu yang terkena karma. Pasti konotasinya adalah karma yang jelek walaupun Karma juga bisa baik. Pesan dari Libya terlebih-lebih buat para penguasa pengendali negara. Bahwa kekuasaan itu harus memberikan manfaat, kesejahteraan masyarakat dan umum, bukan untuk kepentingan sendiri. Bayangkan asset pribadi Khadafy sebesar seribu trilyun rupiah lebih, yang tersebar di saham-saham perusahaan terbesar dunia, salah satunya pemilik klub sepakbola Juventus, Italia.

Tirani kekuasaan akan melahirkan tirani rakyat. Kesetiaan rakyat diper-kosa, rakyat bisa juga memperkosa pemimpinnya sendiri. Kisah akhir Khadafy ini seperti film-film India, Bolywood, di mana kebaikan melawan kejahatan. Akhirnya penjahatnya dibuat bulan-bulanan lakone, jagoan kebaikan. Berkelahi ditonton di depan banyak orang, adegannya dibikin sedemikian rupa sehingga penjahatnya babak belur disoraki penonton. Kalau di Holywood ya, film-filmnya Steven Seagal, sebangsaDie Hard, Out of Law, Undersiege. Pokoknya penonton puas karena yang jahat telah mendapat ganjarannya.

KARMA MODERNKini karma terjadi bukan secara tradisional saja, sudah mengalami bentuk "modernisasi" terutama di negara-negara maju. Contohnya kini yang lagi melanda Eropa, Amerika, dan Afrika Utara. Para konglomerat yang rakus terkena karmanya, membawa dampak krisis keuangan yang akut di negaranya masing-masing. Bursa saham Wall Street, New York sampai diduduki pendemo yang dinamakan indignos (orang-orang yang geram hatinya).

Kerakusan yang mengejar keuntungan sebesar-besarnya tanpa peduli kaum miskin, dimulai dari Spanyol dan kini melanda ke 950 kota di 82 negara. Dan belum ada tanda-tanda untuk reda. Di Indonesia sudah terjadi dengan luberan Lumpur Lapindo. Memang karma moderen ini tidak berakhir bunuh-bunuhan manusia. Namun, lambat laun bisa menjadi sebuah revolusi sosial seperti Revolusi Perancis 1789 di mana para bangsawan dipenggal kepalanya dengan pisau guiolotine. Atau Revolusi Bolshewijk di Rusia 1917, orang-orang kaya dibunuhi oleh rakyat.

Pesan dari Libya ini pada pokoknya adalah jadikan segala kesempatan terutama kekuasaan untuk kesejahteraan bersama. Hentikan ketamakan, kerakusan secara ekonomi maupun politik. Dan perhatikan kepentingan rakyat kecil. Jangan menunggu hukum ala Rakyat yang kalau sudah ngamuk, nggegirisi!

(Ign. Sunito)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi