Gembala Itu Seperti Apa?

  1 Nov 2012, 10:59

Gembala yang baik tidak meninggalkan domba-dombanya. Umat Katolik konon fasih mengucap kalimat singkat itu. Perkara tahu, faham mengerti isi dan semangat kalimat terserah masing-masing. Yang pantas dipertanyakan: siapakah gembala itu, siapakah dan dimanakah domba-domba itu, bagaimana menggembalakan dan mengapa perlu digembalakan? Namun belum terjawab semua pertanyaan muncul pernyataan: di gereja kan ada romo, suster, bruder - dan ada umat yang konon itulah domba-dombanya. Tampaknya pemahaman umat cukup jelas perihal gembala menggembala. Mungkinkah pemahaman umat perihal penggembalaan dan seluruh aspeknya hanya jelas sepintas? Tentu tidak. Namun demikian pertemuan DP Pleno Paroki MBK pada 14 Oktober 2012, tetap mencantumkan topik Tata Penggembalaan yang disampaikan Romo Edy Purwanto.

Gembala adalah penjaga keselamatan. Sebagaimana dibayangkan "kerja" seorang gembala baik yang berikrar - tak akan meninggalkan domba-dombanya, dia akan mempertaruhkan seluruh kehidupan bagi domba yang digembalakan. Ini bukan sekedar fisik. Justru yang digembalakan bukan domba dalam arti sebenarnya yaitu binatang ber-kaki empat melainkan manusia makhluk Tuhan, perlu ada semacam "perencanaan stratejik" yang melandasi seluruh kegiatan penggembalaan. Bagaimana vibrasi langkah penggembalaan mampu memotori seluruh umat bukan barang baru yang dikemukakan dalam forum pertemuan DP. Yang perlu dipertanyakan apakah seluruh " penjelasan - uraian - keterangan yang disampaikan pembicarabenar benar merasuk ke sukma seluruh umat, baik sebagai gembala maupun berstatus domba? Tata penggembalaan yang bagaimana yang ideal?

(1)Partisipatif. Kegiatan, program yang memungkinkan terlibatnya se-luruh umat. Bagaimana si gembala "memotivasi, mendorong umat ambil bagian" dalam tiap aktivitas gerejani atau bukan. Mengajak serta mereka, bukan hal mudah. Defence mechanism- sikap membela diri sang domba sangat kuat. Alasan sibuk, yang kerja pulang malam, tak ada waktu. Alasan klasik. (2) Transformatif. Berubah menuju cita cita bersama. Ir. Soekarno (presiden RI pertama) menyatakan: banyak kekuatan tua dan mapan menghambat proses kemajuan bangsa. Oldefo -old established forces harus kita ganti dengan Nefo, new emer ging forces. Di lingkungan pun ada kekuatan tua (orangnya belum tentu tua) yang berprinsip: "Wis ngene wae ora opo opo ora susah neko neko- udah gini aja nggak apa-apa, gak usah aneh aneh." Memang ber-ubah dan merubah jelas bukan langkah mudah. Perlu proses. Untungnya apa, wong gini aja sudah baik. Ini bencana. Apakah perlu kursus kepemimpinan untuk mencetak gembala yang handal? (3) Berhasis Data: mendasarkan ke putusan pada fakta dan data. Bab ini pernah ditulis di WM beberapa waktu lalu. Intinya: tak ada keputusan atau langkah kegiatan organisasi apapun (untuk melakukan sesuatu) hanya berdasar asumsi, perkiraan perkiraan. Misalnya berapa jumlah warga lingkungan Yudas? Oh kira-kira 13? Berapa sudah baptis? Kalau tidak salah banyak. Berapa jumlah lansia? Hampir semua lansia.

Jawaban macam begini sering dijum-pai. Ini terlarang dan cenderung menyesaikan. Lalu seperti apa gembala baik itu? Yang "sedikit banyak" menya- dari pentingnya ketiga tata penggembalaan dipedomani dijalani.

Siapa tahu itu anda!

(Suwanto Soewandi-St Benedictus)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi