Robin Lim "Mother Teresa" dari Ubud
22 Dec 2011, 02:59
"God bless Robin Lim! She is like the Mother Teresa of Indonesia," demikian kalimat pada sebuah blog warga asing di Bali tentang wanita keturunan Filipina dan Amerika yang bermukim di desa Nyuh Kuning, Ubud (Bali). Jika Misionaris Cinta Kasih identik dengan Mother Teresa, maka Robin Lim (54) punya Yayasan Bumi Sehat (Healthy Mother Earth Foundation) yang didirikannya pada tahun 1994. "Ketika berada di sebuah desa kecil, dan saya merawat dua bayi burung hantu yang terjatuh dari pohon kelapa, warga desa mengatakan itu adalah isyarat bahwa saya harus menjadi bidan baru mereka," kenang Robin tentang masa-masa mengawali pelayanannya hanya bermodalkan sepeda, mendatangi para ibu yang memerlukan bantuannya untuk melahirkan,.di seputar kawasan Nyuh Kuning.
Sebenarnya, Ibu Robin - begitu ia biasa dipanggil oleh warga Ubud - sama sekali tidak berencana bekerja sebagai bidan di Indonesia. "Seperti tingginya langit dan bumi, demikianlah tingginya rancanganKu dari rancanganmu." (Yes 55: 9).
Robin bertumbuh dewasa di Pilipina sementara ayahnya berdinas militer di Indonesia. Baginya Asia adalah tempat di mana ia merasa "paling bahagia." Namun kehidupan Robin berubah 180 derajat setelah mengalami tragedi pribadi. Adik perempuannya beserta bayinya, salah seorang teman baiknya dan seorang bidan, semuanya meninggal karena komplikasi saat melahirkan. "Bidan ini justru pernah menolong saya saat melahirkan." katanya.."Hati saya hancur luluh.Tapi saya putuskan untuk TIDAK marah karena fakta itu. Saya putuskan untuk menjadi bagian dari solusi. Jika saya dapat membantu satu keluarga saja guna mencegah kematian sang ibu atau bayinya, maka saya akan melakukannya. Saya ingin mendedidasikan hidup saya untuk tujuan mulia itu," katanya pada suatu ketika.
Setelah menikahi Will, pria Amerika, ia dikaruniai tujuh anak. Mereka meninggalkan kehidupan mereka yang mapan di Aloha State (Hawaii) untuk mengejar tujuan mulia itu, di Bali. Hatinya terenyuh sekaligus tergerak untuk mengatasi situasi di Pulau Dewata. "Para wanita Bali dari keluarga pra-sejahtera terpaksa tidur beralaskan tikar di luar rumah sakit dan hanya diizinkan menyusui dan mengganti popok bayinya dua kali sehari sampai ongkos kelahiran dilunasi. Mereka menutupi biaya operasi Caesar dengan menjual sawah. Para dokter mengecek enam ibu hamil sekaligus dengan sarung tangan yang sama. Obat-obatan yang seharusnya berguna untuk menyelamatkan bayi ternyata dijual oleh para suster di pasar gelap."
Robin percaya bahwa tingkat kematian ibu dan anak di Indonesia antara lain disebabkan oleh tingginya ongkos kelahiran. Kelahiran normal tanpa operasi menelan biaya Rp.800,000 dan operasi Caesar membutuhkan Rp 8 juta. Padahal menurut IMF penghasilan rata2 wong cilik di Bali hanya mencapai Rp 80,000 / hari. Bom Bali I (2002) dan Bom Bali II (2004) ikut mempengaruhi menyusutnya arus wisatawan. Karena mayoritas keluarga pra sejahtera di Bali sepenuhnya bergantung pada wisata lokal, maka otomatis banyak para ibu di sana tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang cukup, terutama sebelum kelahiran (prenatal) dan sesudah kelahiran (postpartum). "Banyak ibu meninggal sesudah kelahiran, karena perdarahan."
Sadar menjadi bidan adalah panggilan Tuhan bagi dirinya, Robin kembali ke Amerika untuk mendapatkan bidan profesional berijazah (Certificate Professional Midwife). Tuhan mendengar kegelisahan dan keprihatinan Robin pada nasib para ibu di Bali. Thn 2003, dengan bantuan komunitas Bali dan donasi dari teman-temannya di pelbagai penjuru dunia, Robin membuka klinik Yayasan Bumi Sehatnya yang pertama di Ubud. Visinya: menghormati alam, menghormati kultur dan mengimplementasikan ilmu kedokteran dengan bijak. Misinya: menyediakan pelayanan sebelum, pada saat dan sesudah kelahiran bayi, termasuk program senam hamil dan menyusui bayi bagi para ibu.
Seperti Mother Teresa, Robin melandaskan pelayanannya pada KASIH. "Tujuan hidup saya sepenuhnya adalah menyalurkan kasih," katanya. Demi menekan angka kematian ibu dan anak di Indonesia, yang tergolong tertinggi di dunia, (20,000 setiap tahun), acapkali dia bekerja tanpa tidur yang cukup. "Semua yang datang ke klinik kami, apakah itu selebriti ataukah mereka yang sama sekali tidak punya uang akan diterima, TIDAK ada yang kami tolak."
Perhatiannya yang begitu mendalam tertuang dalam buku-buku karyanya, semuanya tentang kesehatan ibu dan anak. Juga ada puisi dalam Bahasa Inggris berfjudul "A Tsunami Notebook: Poem washed up from the sea of tears," yang didedikasikannya untuk mengenang para korban ketika Tsunami menerjang "Serambi Mekah" (Aceh) di hari Natal ke dua (Boxing Day) tahun 2004. Pada peristiwa bencana Aceh itu robin dan timnya bergegas ke sana dan berhasil membuka Klinik Bumi Sehat yang ke dua di Cot, dekat Meulaboh pada tahun 2006, berkat bantuan dari The Rotary Club International.
Ursula Gyani / MBR 6(Sumber: The Jakarta Post, 2 August 2011)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |