Bangsa yang Berjalan di dalam Kegelapan Telah Melihat Terang yang Besar
22 Dec 2011, 04:59
Kehadiran Allah, melalui bayi kecil yang terbaring di palungan, adalah suatu tanda bahwa Allah tak pernah meninggalkan kita. Dalam situasi hidup yang berat, Allah justru mengajak kita untuk menyadari bahwa karya keselamatan terus berlangsung.
Terang di Tengah Kegelapan Natal (Natalis), yang dalam bahasa Latin bermakna kelahiran. Dalam tradisi Kristiani kata Natal dikaitkan dengan peristiwa kehadiran Putera Allah ke dunia; Sabda Allah dalam wujud manusia atau biasa disebut dengan istilah Inkarnasi. Natal merupakan rangkaian tanda cinta kasih Allah yang besar dan tak berkesudahan bagi manusia yang nantinya berpuncak pada pemberian diri Yesus di kayu salib.
Sejak awal mula, Allah telah menciptakan manusia sesuai dengan citra-Nya. Bahkan ketika manusia jatuh ke dalam godaan dosa, Allah tak pernah berhenti mengupayakan keselamatan manusia. Saat manusia tak lagi tinggal bersama Allah di Taman Firdaus, Allah masih tetapbersabda kepada manusia dengan perantaraan para nabi. Ketika nabi-nabi tak lagi diindahkan, Allah pun akhirnya mengutus Putera-Nya sendiri (Sabda yang menjadi manusia) untuk membawa kembali manusia kepada keselamatan. Kehadiran Sang Putera itulah yang kita peringati dan rayakan dalam peristiwa Natal. Maka dalam arti ini, Natal adalah pemberian diri Allah - melalui Sabda yang menjadi manusia - kepada manusia demi keselamatan manusia.
Terang itu hadir dalam KeprihatinanNatal 2011 ini kita peringati dalam suasana keprihatinan yang besar, khususnya sebagai rakyat Indonesia. Belum lama ini, media-media massa memberitakan kisah bunuh diri yang dilakukan anakanak, para ibu bersama anakanaknya, bahkan kasus membakar diri seorang aktivis HAM, sebagai tanggapan terhadap realitas hidup keseharian yang pahit. Dalam situasi yang mendebarkan dan gelap seperti ini, banyak orang tak lagi mudah mencari pegangan dan memelihara harapan. Kegelapan dan kesulitan hidup dalam aneka sektor dewasa ini, telah menggiring orang pada keputusasaan, sehingga banyak orang merasa seolah hidup tak lagi mempunyai arti. Dan ternyata tidak jarang atau ada yang berkeyakinan "mengakhiri hidup" pun menjadi pilihan. Bukankah ini sebuah keprihatinan yang sangat mengerikan?
Dalam keprihatinan itu, sungguh dalam makna ajakan Keuskupan Agung Jakarta untuk merenungkan tema Natal 2011 (PGI - KWI): Bangsa yang Berjalan dalam Kegelapan telah Melihat Terang yang Besar (Yesaya 9: 1a). Kehadiran Allah, melalui bayi kecil yang terbaring di palungan, adalah suatu tanda bahwa Allah tak pernah meninggalkan kita. Dalam situasi hidup yang berat, Allah justru mengajak kita untuk menyadari bahwa karya keselamatan terus berlangsung. Natal, karenanya bukan sekadar peristiwa untuk mengenangkan kelahiran Tuhan, namun juga momentum untuk meneguhkan iman dan memperbarui harapan. Terang itu diberikan bukan dalam bentuk yang spektakuler dan gegap gempita, tetapi justru dalam rupa bayi kecil yang lemah tak berdaya dalam palungan. Bayi itu akan tumbuh menjadi pribadi dewasa yang akan menggemparkan dan menerangi kegelapan seluruh dunia.
Demikian juga dalam konteks "kegelapan kehidupan dunia" ini kita tidak boleh kehilangan pengharapan. Bisa jadi harapan itu tampak kecil, tetapi harapan itu jika bertumbuh akan menjadi sesuatu yang luar biasa. Maka setiap kita harus tetap membuka diri terhadap pencerahan dan bimbingan Allah dan tetap memiliki pengharapan.
Menyatukan Diri dengan Allah Melalui EkaristiPada tahun 2012 mendatang, Keuskupan Agung Jakarta mengajak kita untuk memperdalam pemahaman dan penghayatan akan arti Ekaristi. Jika hendak dikaitkan dengan Natal, pada hekekatnya Ekaristi merupakan puncak pemberian diri Allah dalam misteri Paskah yang oleh Gereja dirayakan secara sakramental dalam Ekaristi. Apabila dengan sungguh hati kita telah menyadari dan merasakan betapa besarnya kasih Allah melalui kelahiran Putera-Nya saat Natal, seharusnya kita juga menyadari dan merasakan bahwa karya keselamatan Allah masih terus berlangsung. Dan itu secara terus menerus dikenangkan atau dihadirkan kembali oleh Gereja dalam Perayaan Ekaristi. Pemahaman dan kesadaran akan makna Ekaristi ini menjadikan kita juga terpanggil untuk berpartisipasi aktif dalam Ekaristi yang sebenarnya merupakan pemberian diri dan karya keselamatan Allah. Karena begitu agung dan mendalam arti Ekaristi, tidak heran jika oleh KAJ kita diajak menghayatinya dengan sepenuh iman, harapan dan kasih. Kesungguhan menghayati Ekaristi berarti menghayati dan terlibat dalam karya keselamatan Allah sendiri.
Untuk dapat terlibat di dalam karya penyelamatan Allah, kita perlu menyatukan diri dengan Allah. Satu upaya yang dapat kita lakukan adalah berpartisipasi secara aktif melalui Ekaristi.
Dipersatukan, Diteguhkan, DiutusTahun Ekaristi 2012 bertema Dipersatukan, Diteguhkan, Diutus. Dalam Surat Gembala Menyambut Tahun Ekaristi, Mgr. Ignatius Suharyo, Uskup Agung Jakarta, menegaskan bahwa, "Dengan menerima roti Ekaristi yang diambil, diberkati, dipecah-pecah dan dibagi- bagikan, kita berharap juga dapat menjadi roti Ekaristi: seperti halnya roti Ekaristi, kita adalah pribadi-pribadi yang dipilih dan diberkati Tuhan, agar siap dipecah-pecah dan dibagi-bagikan bagi dunia."
Dipersatukan, diteguhkan dan diutus menyiratkan daya Ekaristi bagi kita yang merayakannya. Melalui Ekaristi kita dipersatukan dengan Allah dan sesama. Kita belajar untuk mampu menghayati persatuan dan kebersamaan sebagai umat beriman. Para Rasul mengalami kebersatuan dengan Yesus karena mereka hidup bersama dengan Yesus. Kita mengalami Yesus dalam kebersamaan hidup keluarga dan komunitas. Kita belajar untuk menyadari dan menghayati kehadiran Allah dalam persatuan itu.
Melalui Ekaristi, kita diteguhkan. Kita diajak untuk menyadari sejarah panjang karya keselamatan Allah, sejak dunia diciptakan, pada masa hidup para nabi, hingga kehadiran Yesus Sang Mesias. Kita disadarkan bahwa kita adalah bagian dari karya keselamatan itu. Dengan kesadaran yang dibangun itu, kita menjadi mampu memberikan makna kepada hidup, dan kita pun diteguhkan.
Melalui Ekaristi, kita diutus. Setelah mengalami persatuan dengan Allah dan sesama serta seluruh ciptaan, juga mengalami diteguhkan dalam iman, kita pun siap untuk diutus. Perutusan kita adalah suatu panggilan yang nyata untuk terlibat dalam karya keselamatan Allah. Melalui perutusan itu, kita menggerakkan Gereja untuk bersatu, meneguhkan iman dan harapan, serta mewujudnyatakan keselamatan Allah melalui kesaksian hidup dan pelayanan. Untuk dapat melakukan kesemuanya, Ekaristi harus menjadi sumber kehidupan. Seruan Paus Benedictus XVI adalah, "Siapapun yang terberkati makanan kehidupan, tidak bisa diam saja terhadap mereka yang tidak memiliki makanan sehari-hari."
Ekaristi dalam Arah Dasar Pastoral Keuskupan Agung Jakarta. GEREJA BBM dengan PIN GBMHPT Bagi kita yang berdomisili di wilayah Keuskupan Agung Jakarta, Ekaristi menjadi daya gerak untuk mewujudkan cita-cita Gereja KAJ. Cita-cita itu adalah menjadi umat Allah yang atas dorongan Roh Kudus semakin memperdalam imannya akan Yesus Kristus, membangun persaudaraan sejati dan terlibat dalam pelayanan kasih di tengah masyarakat. Semuanya dalam bahasa yang sederhana biasa disingkat Gereja yang ingin dibangun adalah Gereja yang BBM (Berakar dalam iman; Bertumbuh dalam Persaudaraan; dan Melayani).
Memperdalam iman akan Yesus Kristus berarti berupaya dengan sungguh- sungguh agar hidup kita makin menyerupai Kristus sendiri dalam berpikir, berkata dan bertindak. Ajaran Kristus ini secara terus menerus direfleksikan oleh Gereja dalam tradisi. Maka kita semua perlu mendalaminya. Bertumbuh dalam persaudaraan sejati berarti oleh akar iman kita mau menjadikan semua makhluk sebagai saudara. Keduanya tidak mungkin didiamkan tetapi akan terungkap dalam pelayanan.
Adapun "PIN" dari Gereja BBM tersebut adalah GBMHPT (Gembala Baik Murah Hati, Partisipatif dan Transformatif). Spiritualitas GBMHPT adalah semangat yang harus melandasi perwujudan cita-cita tersebut.
Gembala Baik: Ada dua ciri yang perlu mendapat perhatian dari semangat Gembala Baik: pertama mengenal. Gembala mengenal domba; domba mengenal gembala dan domba saling mengenal. Ciri kedua adalah mencari domba yang hilang.
Murah Hati: Karya pelayanan yang mendasari selain gembala baik adalah murah hati; penekanan di sini adalah kesediaan ketulusan dan kesediaan untuk berkorban dalam mewujudkan cita-cita KAJ.
Partisipatif: Gereja itu seperti tubuh: maka setiap bagian memiliki peranan yang penting untuk menyusun sebuah tubuh. Maka setiap anggota Gereja harus menyadari peranan dirinya dalam membangun tubuh mistik Kristus.
Transformatif: Persekutuan atau communio Gereja diharapkan dapat mengembangkan semua anggotanya. Maka harus dipikirkan dan direncanakan bagaimana supaya setiap anggota Gereja mengalami transformasi dalam kehidupan menggereja.
Akhir kata semoga moment Natal ini juga memberikan titik terang bagi kita semua untuk membangun Gereja sesuai yang dicita-citakan oleh KAJ, yang sebenarnya merupakan harapan Kristus sendiri.
Selamat Natal 2011 dan Tahun Baru 2012. Tuhan memberkati.
Salam Dan Doa.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |