Dua Puluh Lima Tahun, Spirit Dari Assisi

  23 Oct 2011, 08:09

Tanggal 27 Oktober 2011 ini tepat 25 tahun The Spirit of Assisi dan kembali Paus Benediktus XVI mengundang tokoh-tokoh agama dunia untuk dialog. Ia meneruskan jalan pendahulunya, Paus Johanes Paulus II yang tanggal 27 Oktober 1986 mengadakan dialog agama di kota Assisi. Mengapa dipilih kota itu? Kota tempat kelahiran St. Fransiskus Assisi, orang suci yang dijadikan ikon perdamaian, di mana semasa hidupnya diabdikan untuk perdamaian, persaudaraan, dan rekonsiliasi. Ia buktikan ketika masa perang Salib, di mana kebencian Kristen terhadap Islam memuncak akibat perusakan tempat-tempat suci Kristen di Tanah Suci.

Fransiskus Assisi memberanikan diri menembus "dogma" kebencian itu untuk menuju Tanah Mesir bertemu dengan Sultan Malik Al-Kamil, musuh Gereja. Ia tidak menyebut diri wakil Kristen tetapi datang sebagai orang Kristen untuk dialog. Tindakan ini memberi inspirasi banyak orang, Kristen terutama, juga akhirnya Gereja untuk mulai membuka diri dari eksklusivisme. Juga spirit Assisi ini menjadi roh dari Konsili Vatikan II, yang membuka diri selebar-lebarnya bahwa "jalan keselamatan itu juga dikenal di agama lain. Tidak hanya di Katolik saja." Namun kenyataannya sekalipun dialog agama itu dijalankan terus menerus, tetapi konflik antara Kristen dan Islam terus berlanjut.

Bahkan di Mesir pekan lalu terjadi bentrok yang memakan korban 25 orang umat Kristen Koptik tewas ditembak oleh tentara dalam aksi damai unjuk rasa. 330 umat terluka dan cedera. Ribuan umat Koptik demo damai memprotes pembakaran gereja di Aswan di mana pemerintah tak mampu menjamin keselamatan dan kebebasan beribadah kaum minoritas. Sebelumnya di akhir tahun 2010, sebuah gereja Koptik di Quadisia, Alexandria diserbu orang sewaktu diadakan ibadah dan menewaskan 22 orang. Sejak itu kekerasan terhadap minoritas makin meningkat. Pihak tertindas juga tidak tinggal diam. Bukannya dengan mengobarkan "Perang Salib" tetapi dengan demo damai. Sayang, pihak tentara tak berpihak kepada yang lemah. Persis seperti di Indonesia.

NEGARA KEMANA?Meski dialog yang umumnya dilakukan di "atas" selalu berjalan dan berakhir dalam suasana penuh pengertian. Namun tetap saja tak menyentuh akar rumput. Majalah Tempo pernah melakukan jajak pendapat bahwa guru-guru agama di SMU negeri banyak mengajarkan anti toleransi. Hasilnya juga mempengaruhi pandangan murid terhadap agama tertentu. Ini diperkuat oleh guru besar psikologi UI, Prof Sarlito Wirawan, melalui pengamatannya. Ia memberikan warning kepada Mendiknas dan Menteri Agama.

Fanatisme agama menyeruak di ruang publik. Agama dipakai terang-terangan dalam proyek delegimitasi ideologi hukum Negara. Negara dianggap sekuler, semua pejabatnya dajal dan kafir, tentaranya tentara setan. Di TV kita saksikan bendera merah putih diinjak-injak di Tasikmalaya. Di Karang Anyar, Solo, upacara bendera dengan lagu

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi