Krisis Ketahanan Pangan Nasional

  19 Oct 2012, 14:01

Hari Pangan Sedunia (HPS) diperingati sejak 1981 dan sejak awal memang dirancang untuk memberi perhatian pada ketahanan pangan dan pertanian lestari serta peningkatan ketersediaan pangan. Tahun 2012 ini dalam memperingati HPS, KAJ member tema "Membangun Kecukupan Pangan Bagi semua" dan sub-tema adalah "Gereja Sebagai Komunitas Berbagi Pangan".

Bagaimana mungkin di tanah air yang katanya subur makmur ini kaum ibu dan anak-anak, nenek-kakek yang sudah renta, terhimpit dan terinjak akibat saling desak, demi sekedar mendapatkan satu paket sembako murah yang nilainya tak seberapa. Mengapa sudah 67 tahun merdeka kita masih menyaksikan kejadian seperti ini?

Lemahnya produksi pangan nasional salah satunya adalah disebabkan sempitnya ketersedian lahan pertanian, khusus di Pulau Jawa. Lahan pertanian lestari yang tersedia semakin menyempit, akibat dari lahan pertanian yang dialih fungsi menjadi lahan untuk pemukiman dan industri. Sesungguhnya fenomena alih fungsi lahan tersebut bukanlah fenomena hanya terjadi di Pulau Jawa saja, tetapi sudah merupakan fenomena nasional. Hanya saja, memang untuk Pulau Jawa, laju alih fungsi ini adalah yang terbesar. Sepanjang 1979 - 1999 telah terjadi alih fungsi lahan seluas 2,9 juta ha dengan 84 persen lahan yang terkonversi berada di Pulau Jawa. Di ta-hun 2010 lalu. Kementerian Pertanian dan BPS pernah melakukan audit lahan, hasilnya menunjukan bahwa selama 2008-2010, alih fungsi lahan di Pulau Jawa adalah sebesar 600 ribu ha atau 200 ribu ha per tahun. Dalam produksi pangan pokok Indonesia, yang menghasilkan pangan sebanyak 60 persen adalah Pulau Jawa, pedahal luas lahan Pulau Jawa ini kurang dari 7 persen dari luas total lahan di Indonesia.

Undang-undang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan yang dibuat adalah untuk melindungi ketersediaan lahan bagi pertanian pangan menjadi tidak berarti dan tidak lagi mampu menghambat terjadinya alih fungsi lahan pertanian. Pada kenyataannya para pelaku pasar berpola pandang lebih mencari keuntungan sehingga penggunaan lahan pangan lebih ditujukan untuk kegiatan perekonomian dimana lahan tadi akan lebih profitable jika ditanami dengan real estate, pabrik atau kegiatan industri lainnya dibanding ditanam tanaman pangan.

Menurut Ketua Apindo, Anton Supit (Kompas, 1 Sep 2012), diperlukan suatu instrumen ekonomi dalam bentuk insentif dan disinsentif fiskal yang menarik bagi daerah. Dengan sistim insentif ini, daerah diajak memperkuat ketahanan pangan dengan meningkatkan produksi dan luas lahan garapan diberi tambahan uang. Perlu dihitung berapa insentif yang menarik itu. Bahkan bila daerah juga mau membangun infrastruktur, tambah lagi insentifnya. Dengan cara ini, tidak ada yang dirugikan, tanpa disuruh, daerah akan berlomba meningkatkan produksi pangannya.

Selain itu, guna lebih memperkuat ketahanan pangan nasional, memang pemerintah tidak tinggal diam maka melalui Bank BRI telah dikucurkan kredit modal kerja, investasi bagi para petani, kelompok tani dan koperasi sebesar Rp 500 juta dengan tenon paling lama 5 tahun. Dengan modal kerja yang dipinjamkan bank pelat merah tersebut, diharapkan hasrat petani untuk mengalihkan lahan lestari dapat dikurangi (Koran Detik, 17 Sept 2012)

(Joel - Thomas 1 / Wil I)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi