TVRI dalam Himpitan Kritik

  21 Aug 2011, 15:46

Setika judul tulisan ini saya sampaikan kepada rekan rekan sesama "pensiunan" televisi justru balik bertanya dengan nada sinis: Oh TVRI masih ada to? Mereka menegaskan, "Kan kamu sendiri yang jauh jauh hari meramal senjakalaning TVRI". Saya tidak terkejut. Mengapa begitu gegabah berani meramal masa depan yang ternyata tak terlalu meleset? Saya berpegang teguh pada dalil program yang berbunyi: Moreover the television program is born not so much in a creative spirit as in combative one, since the primary aims of each is to destroy two or more programs that compete with it in its time slot. Intisari: merebut sebanyak mungkin penonton lewat persaingan acara yang disiarkan pada jam yang sama, kondisi ini persis seperti dalam pertempuran dimana satu sama lain saling membunuh saling mematikan. Cukup jelas arah mana kata itu tertuju. TVRI terlanjur hidup manja tanpa saingan. TVRI jaya di udara karena pemilik tunggal langit Indonesia saat itu. TVRI berpegang pada kepres 215 menyatakan TVRI satu-satunya lembaga penyiaran saat itu

Mengudaranya televisi swasta RCTI - SCTV - TPI, dll; memenggal dominasi langit dari program program TVRI. la harus berlaga di udara melawan pesaing-pesaingnya yang membawa ragam warna acara beda. Meski tak semua acara membawa sesuatu yang berguna bagi pemirsa. Masyarakat terkesima. Ini baru TV.

Apa yang bisa diharapkan dari Tv publik yang Republik Indonesia itu? Sebenarnya TVRI bisa dan mampu menjadi dinamisator pergerakan mengindonesiakan Indonesia. Tv yang nuansa acaranya cultural edukatif informatif. Tidak dipungkiri, isi atau content acara siaran TVRI masih bisa dikatakan baik. Apanya yang menjadikan penonton enggan nonton? Sadar tidak sadar, sepertinya penonton alergi dengan segala sesuatu yang berbau pemerintah apalagi dengan kemasan acaranya yang kaku, kuno, tidak kreatif. Dogmatis. Mereka membandingkan dengan TV swasta yang dengan segala kenekatannya menghalal kan segala cara pengambilan gambar, dilengkapi dialog kadang vulgar. Selagi TVRI masih tetap mengindahkan kaidah baku yang berlaku di dunia televisi meski agak ketinggalan jaman. Maklum jaman ini jaman instant, jaman yang membolehkan segala penyimpangan tata aturan.

TVRI telah mengantongi predikat: Tv untuk kesepuhan, acaranya ketinggalan jaman, tidak tv-genic, karyawan yang pegawai negeri identik dengan anti kreatif. Tidak aktual hiruk pikuk situasi politik, ekonomi, sosial budaya, di republik ini, menjadi topik menarik yang disiarkan di tivi-tivi swasta.

Respon masyarakat luar biasa, walau tak kurang yang menggerutu - mengapa topik yang sama diulangsiar berkali-kali. TVRI sebagai lembaga penyiaran publik yang dibiayai anggarannya oleh pemerintah lebih senang menjadi semacam "safety player" ada semacam angst psikhose. Padahal BBC di Inggris atau NHK di Jepang juga berstatus Tv public yang berani mengkritik pemerintah yang mendanai hidupnya. Tentu kritik dengan santun. Kini TVRI dan Tv swasta nuansa programnya nyaris sama.

Lalu bagaimana TVRI menyikapi kritik dan keluar dari himpitannya? TVRI mengenal survival ofthefittist bahkan punya semangat untuk hidup struggle for life. TVRI harus hidup - live bukan sekedar ada atau exist. Karena ada itu kadang tidak ada.

(Suwanto Soewandi - St.Benedictus)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi