Kisah Suatu Hari
Indra Nurpatria | 17 Apr 2017, 22:47
Kebetulan kemarin saya mendapat kesempatan untuk membantu wawancara calon seminaris
Seminari Menengah Wacana Bhakti Jakarta. Total ada 31 calon di gelombang kedua ini. Saya
berkesempatan untuk mewawancarai 16 di antaranya, 13 orang KPP alias Kelas Persiapan
Pertama dan 3 orang KPA alias Kelas Persiapan Atas.
Sebanyak 13 orang KPP yang masih duduk di kelas 9 atau 3 SMP ini masih kinyis-kinyis. Mereka
mayoritas menyatakan tidak tahu apakah nanti mereka akan menjadi pastor, tapi kesemuanya
dengan yakin, dengan mata berbinar-binar dan seyum merekah mengatakan, "iya pak, saya
mau masuk, mau menjalani hidup di seminari". Keteguhan hati yang sangat luar biasa, yang
keluar dari mulut anak-anak usia 15 tahun.
Apakah mereka semua dari keluarga yang sangat harmonis atau ideal dengan ukuran orang
kebanyakan? Tidak juga ternyata. Ada yang ayahnya sudah meninggal dunia, ada yang ayah dan
ibunya sudah berpisah, ada yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga, ada juga yang
tinggal bersama Oom-Tante atau Kakek-Neneknya. "Tuhan pasti kasih jalan, Pak," lagi-lagi
kalimat yang menakjubkan ini keluar dari mulut seorang anak, yang tiap hari harus pulang-pergi
sekolah selama 2 jam karena jauh. Setelah pulang sekolah pun masih harus membantu orang
tuanya berjualan di toko yang mereka miliki.
Rasanya kok 'jleb' berkali-kali setiap mendengar pernyataan atau komentar mereka yang
dilontarkan dengan spontan, tanpa beban dan apa adanya. Kondisi yang sama juga saya rasakan
ketika bertemu dengan calon KPA yang rata-rata berusia 18 tahun. Ada satu orang yang dengan
sopan meminta izin untuk diwawancara lebih dulu karena harus mengejar kereta pulang ke
Cirebon. Hah? Cirebon?
Iya benar, dia berasal dari Cirebon. Jauh-jauh ke Jakarta dan mau masuk seminari karena
katanya,"Rumah saya jauh dari kota Cirebon, Pak. Pernah kami sudah berangkat pagi-pagi sekali
untuk misa tapi misanya batal karena romo mendadak sakit, sementara romo lain sedang tugas
luar kota. Sedih Pak, rasanya. Makanya saya ingin jadi romo biar nggak ada kejadian seperti itu
lagi, kasihan Pak, jumlah Romo sedikit." Dia menceritakan itu dengan jelas, lugas dan tanpa
keraguan sedikit pun.
Lagi-lagi saya merasa mendapat tamparan yang cukup keras mendengar jawaban ini. Saya
merasa bahwa hari itu adalah kesempatan yang diberikan Tuhan untuk merefleksikan kembali
mengenai pelayanan saya sebagai prodiakon. Apakah seiring berjalannya waktu, semangat
pelayanan saya memang semakin dimurnikan dan dijauhkan dari segala kepentingan pribadi?
Apakah pelayanan saya secara sederhana sudah menyentuh banyak pihak yang saya layani?
Apakah saya sudah meneladani Kristus sendiri dalam melayani? apakah keteguhan hati dalam
pelayanan yang saya miliki semakin sirna atau justru semakin bertumbuh dalam hitungan waktu
yang sudah saya lewati?
Banyak hal yang menjadi perenungan saya sampai siang itu. Tetapi saya tak henti-hentinya
mengucap syukur karena diberi kesempatan bertemu dengan pribadi-pribadi luar biasa yang
siap melayani tanpa pamrih. Berkah Dalem.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |