Ajar Bersyukur Ajar Melayani

 Tomas Samaria  |     15 Feb 2014, 14:15

Dialog interaktif antara Rm. Erwin Santoso MSF dari Komisi Kerasulan Keluarga dengan Immaculata Rauvy (ex awak WM) tanggal 10/2 menarik untuk dicatat.

Bagaimana mengajar anak bersyukur?.

Ajaklah anak-anak untuk berdoa spontan dan singkat dengan kata-kata mereka sendiri. Ucapkan trima kasih atas berkat dan makanan yang tersaji di atas meja; atas kesehatan dan ayah ibu yang bisa berkumpul bersama dengan mereka.

Jangan lupa membubuhi tanda salib dengan gerakan yang benar dan di tempat yang benar. Santun dan tidak asal-asalan. Didik mereka untuk bicara dengan Tuhan yang tidak kelihatan. Perhatikan juga posisi dan bahasa tubuh yang baik waktu menyapa Tuhan. Kita juga meminta anak untuk berbicara hormat kepada orang tua, apalagi kepada Tuhan Jangan meluncurkan kata-kata yang cepat sehingga tak bermakna.

Jangan pangkas doa dengan "Kemuliaan" saja.

Dari kebiasaan, jadi kebutuhan!.

Jika anak-anak sejak kecil sudah terbiasa berdoa di depan patung(sebagai sarana konsentrasi berdoa/ bukan memberhalakan patung) orang kudus seperti yang dilakukan oleh umat Ibrani di depan Tabut Perjanjian.

Tunjukkanlah teladan devosional, bukan perintah-perintah saja, tapi orang tua tidak melakukannya. Berikanlah penjelasan makna di balik devosi itu. Dari pengalaman romo, anak yang diajar untuk berdoa di depan patung orang kudus di kamar orang tuanya, kebiasaan itu jadi kebutuhan. Bahkan sampai anak dewasa 25 tahun tetap rajin mendoakannya.

Komunikasi.

Komunikasi lancar mempermudah saluran untuk membimbing anak berdoa. Komunikasi tidak lancar, di mana orang tua- anak jarang bertemu, karena karier atau hobby, rahmat untuk berdoa, bersyukur juga jadi tersendat juga.

Aksi melayani.

Bahasa pelayanan adalah bahasa cinta. Mulailah dari keluarga menanam rasa bersyukur. Saling tolong-menolong orang tua- anak dalam kegiatan sehari-hari, membuka cakrawala baru di luar rumah dan ditengah masyarakat.

Ungkapan:"Tolong ambilkan air untuk papa/ mama." Anak yang mau melakukan merasa diperlukan dan orang tua merasa diperhatikan. Relasi dan cinta anak jadi bertumbuh. Anak juga senang, jika ayah ibu atau kakek neneknya mendongeng sambil menyuapkan nasi/ penganan di mulut anak/cucunya. Inilah berkat nyata yang dirasakan.Ada ledakan bersyukur kepada Tuhan mempunyai orang tua dan eyang yang penuh cinta.

Wasana kata.

Allah adalah Kasih. Percaya saja tidak cukup. Sentuhan cinta, menjalin persaudaraan dan tindakan dalam pelayanan kasih, jadi pernyataan / kesaksian dari orang yang beriman kepada Tuhan.Semua orang jadi memuliakan Tuhan.

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi