Bung Karno Dan HUT 65 Kemerdekaan Indonesia
19 Aug 2010, 17:48
Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai pahlawan-pahlawannya, begitu ucap Bung Karno. Kisah Istimewa Bung Karno, buku terbitan Kompas 2010 yang diberi kata pengantar oleh Asvi Warman Adam mengisi kekosongan akan rasa berbangsa dan bernegara Indonesia. Ditengah keterpurukan, kemacetan dan kebutuhan hidup yang semakin meroket, ada kebanggaan bahwa kita pernah memiliki sosok yang bernama Bung Karno.
Drs. Bambang Himawan Endradjaja yang selalu memimpin yel-yel "Hidup Bung Karno, Hidup Bung Karno,"dalam rapat raksasa yang dihadiri Bung Karno ini, suatu ketika mengatakan ini dalam Kongres Pemuda Katolik: "Bung Karno adalah guru saya sekali pun dia suka kawin."
Buku ini dibagi dalam lima bagian antara lain: Bung Besar; Saksi Bisu Perjuangan; Seni, Mobil dan Pesawat; Bung Karno di Segala Zaman dan Bung Karno dalam Foto. Buku ini merupakan bunga rampai karya beberapa penulis antara lain Asvi Warman Adam. Rosihan Anwar, Julius Pour, Her Suganda dan J.A. Noertjahyo (ex Redaksi Warta Minggu). Buku ini lain dari yang lain yang lebih menyoroti humaniora seputar Bung Karno.
Tokoh besar"Anda harus bangga memiliki para founding fathers yang berjiwa dan berpikiran besar sehingga membuat Indonesia merdeka," kataThomas Atkinson, penulis naskah pidato Bung Karno dalam bahasa Inggris. Sukarno telah berjasa besar mempersatukan bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai golongan etnik dengan beraneka ragam bahasa dalam satu wadah, yaitu negara kesatuan Republik Indonesia. Sukarno juga amat berjasa dalam membuat bangsa ini tidak lagi merasa minder, inferior, rendah diri terhadap bangsa kulit putih seperti di zaman kolonialisme (Rosihan Anwar).
WanitaDalam buku lain, Sarinah, dikemukakan pandangan Bung Karno terhadap perempuan. Mereka adalah bagian mutlak perjuangan kemerdekaan. Oleh Karena itu peran-sertanya sejajar dan sangat dibutuhkan. Karena kasih sayang ibunya, Ida Ajoe, Bung Karno sampai mengidealkan dan mengidolakan Sarinah. Sejarah juga mencatat pernikahannya dengan Siti Oetari (1921); Inggit Garnasih (1923); Fatmawati (1943); Ratnasari Dewi (Maret 1962); Hariyatie (Mei 1963) dan Jurike Sanger (Agustus 1964). Akan tetapi, berapapun besarnya nilai minus Bung Karno sebagai lelaki, sama sekali tidak menghilangkan perannya sebagai pejuang kemerdekaan. Dan juga tidak akan melenyapkan sumbangannya dalam mengisi perjuangan untuk kemerdekaan bangsa dan tanah airnya Indonesia.
Prof S.I. Poeradisastra menulis dari semua janda Sukarno "Inggit Gunarsih yang lebih tua 15 tahun dari Bung Karno merupakan tiga bentuk dalam satu kepribadian yakni sebagai ibu, kekasih dan kawan yang selalu memberi tanpa pernah meminta. Kekurangannya Inggit tidak melahirkan anak."
Arsitek-senimanHerman Kartowisastro mengenang kehebatan Bung Karno menggambar "sebuah kandang anjing dengan anjing yang diikat dengan rantai dan sepotong tulang di depannya." Sebagai insinyur yang berjiwa arsitek dan seni, ia menganjurkan seniman-seniman untuk memproduksi poster perjuangan. Kata Dullah, seorang seniman istana: "Bila dihadapkan pada soal-soal politik, Bung Karno sigap menangkis. Namun bila berhadapan dengan problem seni lukis, ia serta merta menangis."Bung Karno wafat tanggal 20 Juni 1970, dan orang mengatakan Bung Karno pergi karena sakit fisik lantaran politik.Tapi para pelukis istana mengatakan ia meninggal karena "Bung Karno dirundung kesedihan luar biasa setelah dipisahkan dari lukisan-lukisannya yang merupakan buah spiritualnya. Seperti dia juga sedih dipisahkan dari anak-anaknya."Akhir kata, bacalah buku Kisah Istimewa Bung Karno dalam suasana HUT 65 Kemerdekaan bangsa kita.
(Tomas Samaria)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |