Mensyukuri Yang Tak Layak Disyukuri
14 Jan 2012, 14:08
Dalam sebuah konferensi Emotional Quotient (EQ) yang saya ikuti beberapa waktu lalu, hadir salah seorang pembicara bernama Gobind Vashdev. Beliau memberikan sebuah pesan moral yang ingin saya bagikan ke pembaca sekalian.
Gobind menyajikan sebuah drama singkat. Begini ceritanya:"Alkisah, Gobind adalah seorang yang kaya raya dan hendak berangkat ke Eropa untuk menjadi salah seorang pembicara di sebuah seminar. Bertemulah ia dengan teman lamanya yang "kurang sukses" yang hendak mengantar saudara ke luar kota. Saat itu, Gobind baru sadar bahwa ternyata HP-nya memiliki masalah sehingga tidak dapat digunakan di luar negeri. Padahal, malam sebelumnya pulsa sudah diiisi sebesar Rp 9.000.000,-
Karena merasa sayang dengan uang pulsa tersebut, maka Gobind menawarkan kepada temannya untuk menggunakan HP itu selama Gobind berada di luar negeri. Tentu saja, tak lupa temannya mengucapkan beribu TERIMA KASIH.
Sekembalinya Gobind dari Eropa, ia menghubungi sang teman untuk mengambil HPnya. Kemudian mereka pun bertemu dan HP diberikan kembali kepada Gobind. Saat itu, sekali lagi teman Gobind mengucapkan TERIMA KASIH. "
Kekayaan, kesehatan, keselamatan. Apakah semuanya diberikan oleh Tuhan? Jika jawaban kita adalah "Ya", berhakkah Tuhan mengambilnya kembali? Jika jawaban kita adalah "Ya....tapi," berarti kita belum sepenuhnya menerima bahwa semua itu diberikan oleh Tuhan sehingga jika semua hal tersebut diambil dalam hidup kita maka kita akan mudah menyalahkan orang lain atau Tuhan, dan sangat sukar untuk mengucapkan TERIMA KASIH.
Sebagai manusia, kecenderungan untuk memiliki standar "kebahagiaan". Kebahagiaan adalah jika saya memiliki rumah di Pantai Indah Kapuk, kebahagiaan adalah jika saya tidak menderita sakit kritis dan kronis. Kebahagiaan adalah jika anak-anak saya bisa berpendidikan tinggi.
Adabanyak kriteria yang kita tetapkan untuk menentukan kebahagiaan dalam hidup kita. Mungkinkah kebahagiaan yang sesungguhnya justru datang dari tindakan "memberikan" dan bukan "mendapatkan"?
Sama seperti diri saya sendiri, saya yakin ada banyak pertanyaan yang berseliweran dalam benak pembaca, baik itu pertanyaan yang bernuansa optimis atau pun pesimis.
Banyak pengalaman hidup yang tidak mudah untuk disyukuri: tidak naik kelas, orang tua bercerai, suami sering menghina dan memukul, dirampok, diperkosa, dan masih banyak lagi. Namun, ada satu hal yang saya yakini dalam hidup ini: jika seseorang sudah mencapai tahap aktualisasi diri seperti Mother Teresa (beliau adalah tokoh idola saya) atau Mahatma Gandhi, maka kekuatan cinta dapat memadamkan segala iri dan dengki yang ada dalam diri kita.
Pernahkah Anda mendengar pepatah "Bisa karena biasa"? Mungkin kita semua dapat mencoba dengan hal-hal kecil dalam hidup ini, mencoba untuk mensyukuri dan mencari hikmah untuk peristiwa-peristiwa yang selama ini kita anggap "tak layak untuk disyukuri".
(Fransiska Susilo - Lingkungan MBR 1)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |