Punya Anak Tidak Punya Anak, Itu Pilihan Kami
11 Feb 2011, 18:57
Tulisan ini terinspirasi oleh perselisihan yang terjadi antara saya dan orangtua saya mengenai pilihan tidak memiliki anak. Jika ada yang penasaran dengan latar belakang dari keputusan itu, sstttt.....untuk sementara ini biar saya rahasiakan dulu.
Perjalanan manusia dari masa anak-anak, remaja, dewasa, hingga lanjut usia adalah sebuah proses yang tidak dapat dihindari. Kita tidak dapat memilih untuk tidak menjalani salah satu atau salah dua atau salah berapa pun jua dari proses tersebut. Namun, ada beberapa bagian dari kehidupan manusia yang sebenarnya bukan suatu proses melainkan suatu pilihan, misalnya menikah atau memiliki anak. Orang-orang yang sedikit saja sadar akan hal ini sangat sering mudah menghakimi orang tidak menikah (terutama wanita) atau tidak memiliki anak.
Karena itu, ketika ada wanita berumur di atas 30 tahun, belum menikah dan secara 'kebetulan' memiliki perangai 'suka berkomentar' maka sad to say.....pasti masyarakat akan menilai bahwa the one and the only one dari penyebabnya adalah karena belum menikah. Padahal memang sifatnya sudah bawel dari sejak dulu-dulu. Nasib oh nasib....
Lantas, apa penghakiman dari orangtua saya tatkala mendengar saya tidak mau punya anak? "Kamu egois"; itu kata Mama. Papa diam tapi terlihat ekspresi "Kamu orang aneh" (hihihi...).
Mereka yang menghakimi demikian perlu melihat kenyataan-kenyataan berikut ini. Sudah banyak anak yang menjadi korban dari kerasnya kehidupan kota megapolitan, Jakarta. Rasanya hampir tidak mungkin apabila suami isteri tidak sama-sama bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga anak dengan amat terpaksa diasuh oleh pembantu atau babysitter. Seringkali, orang tua pun akhirnya diperbantukan untuk menjaga cucu-cucunya. Tak mengherankan jika lama kelamaan kualitas hidup di Jakarta semakin menurun. Anak kurang mendapatkan perhatian orang tua, pasangan suami isteri terbebani dengan pencarian nafkah, dan orang tua tidak bisa menikmati masanya bersantai. Maka, suami-istri harus berpikir sungguh-sungguh untuk mempunyai anak atau tidak.
Lain halnya jika suami berpenghasilan besar dan mempunyai tangan kanan untuk diserahi tugas. Kita bisa tinggal di perumahan yang memiliki fasilitas lengkap di dalamnya. Isteri bisa mengasuh anak tanpa harus bekerja. Suami bisa tiba sore hari di rumah dan menghabiskan waktu bersama keluarga. Anak dapat bersekolah dengan jarak yang dekat dengan rumah sehingga tidak frustrasi dengan kemacetan jalan. Dan orang tua bisa melakukan kegiatan yang ingin dilakukannya.
Pernah saya dengar obrolan para nenek yang saling berkeluh kesah mengenai pengalamannya mengasuh cucu. Bukannya tidak sayang dengan cucu, tetapi kalau disuruh mengasuh hampir sepanjang hari, yahhhh..... akhirnya bisa cepat menghadap Yang Kuasa juga.
Sebenarnya mama saya juga menjadi salah satu orang tua yang pernah dimintai tolong untuk mengasuh cucu. Ia mengalami sulitnya menikmati masa tua karena kewajiban tersebut. Makanya, karena sadar bahwa saya dan suami harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga supaya bisa bertahan hidup di kota ini, kami memutuskan untuk tidak memiliki anak.
Untuk mencairkan suasana agar tidak terlalu tegang, saya usil nyeletuk ke mama, "Nanti mama yang jaga cucu yah. Seperti waktu dulu mama jaga si Kenny." Dia terdiam sesaat, kemudian berkata, "Nanti kamu sudah tua tidak ada yang ngurus karena nggak punya anak." Aduh...duh...saya malah ditakut-takuti. Saya pasrahkan saja semuanya pada Yesus. Yang penting saya berusaha. Jika kehendak-Nya berbeda, pasti itu tetap yang terbaik bagi saya. "Write your plans in pencil, but give God the eraser." That's what I do...
(Fransiska S. - MBR 1)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |