Barangkali Diskriminatif
10 Jan 2013, 14:57
Beberapa hari belakangan ini masmedia kita dihiasi berita tentang kecelakaan yang melibatkan Rasyid Amrullah Radjasa yang mengendarai mobil mewah BMW type sport canggih dan Dahlan Iskan yang sedang menguji-coba "Ferrari" Tucuxi. Orang teringat juga akan peristiwa kecelakaan lalulintas di dekat Tugu Tani yang menewaskan 9 orang. Lalbeberapa minggu yang lalu ada pula Grand Livina yang menyeruduk dan menewaskan 2 orang yang sedang ngopi di warung. Kasusnya sama, yakni kecelakaan lalu-lintas, penyebabnyalah yang berbeda-beda, Xenia karena pengemudi dipengaruhi narkoba, Livina karena pengemudi mengantuk, Ferrari Tucuxi karena rem blong, dan BMW sampai sekarang belum ada keterangan resmi apa yang menjadi penyebabnya. Xenia dan Livina dikendarai oleh "orang biasa", Tucuxi disopiri seorang Menteri dan BMW disetiri oleh seorang anak Menko.
Tindakan oleh Polantas dalam menangani lakalantas ini yang terasaada perbedaan. Pada dua kasus yang melibatkan "orang biasa" dalam temposingkat, tidak sampai hitungan hari tetapi jam saja, siapa yang disangkakan sebagai yang bersalah telah dapat ditetapkan dan proses hukumnya segera berjalan. Pada kasus Tucuxi, walaupun Dahlan Iskan dalam suatu konperensi-pers sudah mengaku bersalah telah melanggar beberapa peraturan kelalulintasan, sampai tulisan ini dibuat siapa tersangka belum ditetapkan. Kasus BMW yang melibatkan anak seorang Menko, besan Presiden kita lebih aneh lagi. Mula-mula kendaraan dan orang-orang yang terlibat dicoba untuk ditutup-tutupi dan disembunyikan, namun oleh kegigihan para wartawan dalam menginvestigasi petugas dan melacak keberadaan kendaraan yang terlibat akhirnya tidak bisa ditahan lagi untuk diketahui oleh masyarakat umum. Ada perbedaan, diduga ada diskriminasi dalam menangani perkara yang berkaitan dengan orang penting dan rakyat biasa.
Ternyata perasaan terbedakan ini tidak hanya seperti kejadian di atas. Beberapa kali saya ikut merayakan Ekaristi di gereja dan kebetulan saya duduk di sektor kanan, di blok bangku-bangku di belakang para Prodiakon duduk. Di bagian atau sektor kanan ini umat terkendala dalam ikut bernyanyi atau mendaraskan doa Tahun Iman yang ditayangkan di dinding di belakang altar. Mengapa begitu? Hanya dua prodiakon yang duduk paling kiri, begitu pula mereka di satu dua deret dibelakangnya yang duduk paling kiri saja yang bisa ikut membaca teks yang di tayangkan, mereka yang duduk di pinggir kanan terhalang oleh tembok. Umat yang duduk di deret bangku belakangnya lain lagi kendalanya. Loud speaker gantung (ada dua) menutupi teks yang dita-yangkan. Barangkali memang umat sebelah kanan ini tidak perlu ikut bernyanyi atau mendaraskan doa, cukup yang duduk di deretan bangku panjang di tengah dan yang di blok sebelah kiri saja boleh berpartisipasi. Ini masih barangkali.
Perlakuan diskriminatifkah? Belum tentu. Barangkali tidak ada tempat lain yang representatif sehingga sebagian kecil umat menjadi tidak bisa melihat tayangan. Atau, siapa suruh duduk di sektor atau bagian sebelah kanan. Atau...
(A.A.Bambang WIdyarto / Prodiakon)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |