Percik Prapaskah (5) Pulang

  7 Mar 2013, 11:26

Pulang! Kita selalu rindu untuk pulang. Kita rindu pulang ke kampung halaman, tempat kita menjalani masa kanak-kanak, tempat yang memberi seribu satu kenangan. Maka setiap Idul Fitri, mudik senantiasa menjadi ritual yang sangat dinanti. Setiap Natal atau Paskah, pulang selalu menjadi kerinduan hati. Untuk apa sebenarnya pulang? Kalau ditelusuri sampai ke relung terdalam diri, manusia itu rindu pulang karena ingin menggapai rasa damai di hati.

Salah satu cerita tentang pulang yang sangat indah ialah Kembalinya Si Anak Hilang. Apa yang mendorong si bungsu yang telah memboroskan harta itu ingin pulang? Bukan terutama karena dosa-dosanya, melainkan karena kesadaran akan kemurahan hati bapanya. Dia menyadari bahwa bapanya memberi makanan berlimpah bukan hanya kepada anaknya, tetapi juga kepada hamba-hambanya. Kemurahan hati bapa itu mendorong dia pulang.

Sebelum pulang, ia telah bulat tekad ingin menjadi hamba dari ayahnya. Telah dirancangnya kata-katanya. Tetapi apa yang terjadi? Ketika ia masih jauh, bapanya telah melihat dia, kemudian tergeraklah hatinya oleh bela rasa. Bapanya itu berlari mendapatkan dia, merangkul dan mencium dia. Bukan hanya itu! Bapanya itu memberikan pakaian terbaik, mengenakan cincin sebagai lambang wibawa, dan sepatu sebagai lambang manusia merdeka. Bukanya hanya itu! Bapa itu memotong lembutambun, lalu mereka makan, bersukaria dan berpesta. Betapa bahagianya bapa itu atas kepulangan anaknya!

Pulang! Di dalam Gereja Katolik, ada satu Sakramen tentang "pulang": Sakramen Pengampunan atau Tobat. Saat orang masuk ke kamar pengakuan, saat itu ia sedang melakukan perjalanan pulang. Pulang kepada belas kasih Bapa. Apa yang mendorong kita untuk pulang? Si anak bungsu itu memberi teladan yang luar biasa: ia pulang karena menyadari kemurahan hati bapanya. Sang bapa itu begitu murah hati kepada hambahambanya. Bukankah ia akan lebih murah hati lagi kepada anaknya?

Mengaku dosa itu bukanlah karena kewajiban, melainkan karena keyakinan bahwa Bapa kita itu begitu murah hati. Saat kita pulang, Dia seperti melihat kita dari jauh, lalu berlari menemui kita, merangkul lalu mencium kita; Dia memberi kita pakaian terbaik, memakaikan cincin, memakaikan sepatu; memotong lembu tambun, lalu berpesta. Bapa melakukan semua itu karena Dia begitu bersukacita melihat kita yang hilang telah pulang.

Kalau kemurahan hati Allah ini yang mendorong kita datang ke ruang pengakuan, maka kita akan merasa ringan, bukan beban. Sakramen Tobat bukan lagi suatu kewajiban, melainkan kerinduan. Betapa luhur sebenarnya makna Sakramen Pendamaian ini. Allah kita itu memberikan waktu dan tempat bagi kita untuk "pulang".

Sebentar lagi Gereja kita akan menyediakan waktu khsusus untuk Sakramen Pendamaian ini. Saat untuk pulang! Pengakuan dosa itu takkan bermakna kalau kita hanya didorong oleh kewajiban (motif legalistis). Juga kurang berarti kalau hanya didorong oleh niat untuk membersihkan diri (motif egois). Pengakuan itu akan sangat bermakna kalau kita didorong oleh kesadaran akan Bapa yang berbela rasa itu (motif iman). Bapa kita yang murah hati itu mengundang kita pulang! Mari kita pulang!

(Lamtarida Simbolon, O.Carm)

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi