Yang Terpanggil Menjadi Koruptor
7 Apr 2012, 23:21
"Apakah generasi muda sekarang ini oleh orang tuanya tak pernah diperkenalkan lagi dengan atau hal-hal yang bersinggungan dengan kehidupan yang bermartabat? Kemanusiaan yang beriman."
Ketika membaca dari media tentang milyarder-milyarder muda bermasalah seperti Gayus Tambunan, Dhana Widyatmika Merthana, PNS pemilik rekening gendut dan terakhir Rudy Kurniawan milyarder muda kolektor anggur di AS. Semua anak muda yang mempunyai kekayaan fantastis jika diukur dari gaji sebenarnya itu seumuran dengan anak saya.
Namun bagi Rudy, sekalipun kekayaan itu dihasilkan dari jerih payah yang wajar, awalnya. Reputasi tersebut tidak dipertahankan, malahan terjebak dalam usaha penipuan merk anggur koleksi. Padahal ia bersusah payah membangun kepercayaan, kok, ya nggak tahan iman. Padahal jalan hidupnya ke depan masih terbentang luas, berbagai kesempatan masih terbuka. Cepat kepengin lebih kaya lagi?
Belum lama ini FK-UI mengumumkan hasil test psikometri bagi mahasiswa kedokteran tahun pertama dan keempat, dengan hasil yang mengagetkan. Ternyata hasilnya bahwa rasa empati dan kemanusiaannya begitu tipis. Padahal profesi dokter itu adalah salah satu panggilan hidup. Bagaimana nanti tanggung jawab kalau mereka sudah menjadi dokter beneran, yang tugas utamanya adalah kemanusiaan. Menolong sesama. Lalu, timbul pertanyaan? Apakah generasi muda sekarang ini oleh orang tuanya tak pernah diperkenalkan lagi dengan atau hal-hal yang bersinggungan dengan kehidupan yang bermartabat? Kemanusiaan yang beriman.
Saya bukan orang tua yang sempurna? Namun selalu berusaha menjadi orang tua yang baik terutamabuat anak-anak saya sendiri. Ketika memasuki masa pensiun tahun 2006, dengan pengalaman profesi hampir 40 tahun malang melintang di dunia jurnalistik. Dengan rapor tak ada merahnya, saya berpikir bahwa rasanya kok, saya sudah selesai menuaikan panggilan hidup dan tanggung jawab. Puji Tuhan! dua anak saya sudah mentas yang semua menunaikan kuwajibannya (sebagai anak) dengan baik. Satu menjadi dokter dan satu menjadi sarjana hukum. Tak pernah "menyakiti" hati orang tua. Jujur saja yang banyak membesarkan dan mendampingi mereka adalah isteri saya. Sebagai suami, rasanya saya ini hanya ngeler kelek, mengumbar ketiak istilah Jawa. Berarti isteri saya juga telah melaksanakan panggilan hidup, sebagai ibu rumah tangga dan tanggungjawab sebagai isteri ia jalankan secara "sempurna".
DUA SISI MATA UANGAntara panggilan hidup dan tanggungjawab seperti dua sisi mata uang. Apapun dan siapapun Anda masing-masing pasti mempunyai panggilan hidup, yang nota bene adalah profesi. Di mana Anda berprofesi pasti berhubungan dengan tanggungjawab. Yang menjadi sorotan sekarang ini adalah profesi penegak hukum, dimana tanggungjawabnya adalah menegakkan kebenaran dan keadilan. Mengapa ini menjadi sorotan utama? Karena ya dari sinilah awal mula terpuruknya Negara kita yang tercinta ini.
Contoh sederhana saja yang sehari-hari kita lihat adalah berlalu lintas di jalan raya. Di situ bercampur aduk berlalu lalanglah berbagai macam profesi, sebagai panggilan hidup atau sambilan hidup atau lagi titipan hidup campur aduk. Lalu, di mana letak tanggungjawab yang terlihat? Artinya berlalu lintas dengan santun dan bertanggungjawab. Dari sinilah bisa diukur dari keadabansebuah peradaban.
Pernah saya naik mikrolet dari Pasar Palmerah menuju Kebon Jeruk, ngetem terlalu lama hingga memacetkan jalan. Ditegur pengguna jalan lain, sopirnya marah-marah "Sialan, emang ini jalan loe. Ini jalan rame-rame. Enak aja negor-negor sembarangan." Saya heran, dunia kok jadi sudah terbalik-balik. Bikin macet jalan tak merasa bersalah sama sekali. Malahan orang lain disalahkan. Lha, semua sudah salah kaprah. Sopir angkot ngetem karena merasa sudah bayar pajak ngetem entah kepada siapa? Polisi diam saja.
Berkendaraan melawan arus? Tetap dibiarkan, bahkan tanpa pengumuman resmi dari DLLAJ bahwa satu jalan kini bisa dilalui dua arah. Lampu lalu lintas rasanya sudah tidak berguna lagi? Dan yang menjadi korban kebanyakan adalah orang yang mempunyai panggilan hidup secara benar dan rasa tanggungjawab yang besar. Contohnya, kakak penulis sendiri seorang dokter yang tewas disamber sepeda motor didepan kompleks dosen UI perumahannya, Ciputat. Ketika sedang menyeberang jalan menjalankan tugas panggilan hidupnya mengajar di FK-UI. Penabraknya kabur dan tak jelas.
Lebih ke "atas" lagi suasana lebih amburadul. Mereka yang kini mempunyai tanggungjawab sebagai penanggung jawab pemerintahan, dari legislatif, eksekutif dan yudikatif seolah tak merasa bahwa kemerosotan moral bangsa bukan tanggungjawabnya. Panggilan hidup sebagai pejabat hanya dipakai sebagai titipan hidup saja. Persisnya sebagai embel-embel hidup saja. Panggilan hidupnya adalah sebagai koruptor. Jadi koruptor itu memang panggilan hidup.
PELAYANANSudahlah! Dari semua hal di atas, kita memang tidak bisa berbuat apa-apa. Kita kembali ke laptop saja, kembali kekehidupan menggereja. Tahun 2012 ini masa akhir dari segala kepengurusan DP Pleno MBK dan siap-siap pergantian kepengurusan dari DP, seksi-seksi sampai ketua-ketua lingkungan. Menjadi gembala gereja memang tak kenal batas umur. Namun lebih baik yang muda-muda giliran maju kemuka. Supaya Gereja mempunyai "darah segar" apalagi di zaman era digital ini, Gereja juga harus menyesuaikan diri.
Apakah sebagai gembala itu juga panggilan hidup? Kalau sebagai biarawan/wati jawabannya pasti, Ya! Kalau bagi awam inilah panggilan pelayanan. Dari sini saya menyadari, ketika saya kepengin istirahat sesudah perjalanan panjang hidup yang melelahkan. Pada saat saya sedang lelah-lelahnya, justru saya dipilih menjadi ketua lingkungan. Sebenarnya saya bisa saja menolak dengan alasan umur. Namun pikir saya, di mana rasa terima kasih saya atas karunia dan berkat Tuhan yang begitu melimpah kepada saya dan keluarga.
Meski jalannya kadang-kadang terseok-seok, menjadi pelayan di dua paroki kujalani karya pelayananini bak sebagai panggilan hidup. Dan tentu saya jalankan dengan penuh tanggungjawab. Demikian juga melayani di WM kita ini, dengan resiko kadang-kadang dimaki umat. Namun banyak umat yang mencintai saya... ha, ha, ha... Bagi rekan-rekan di WM, terima kasih dengan kerjasamanya selamaini. GBU!
Ign. Sunito
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |