Panggilan Hidup dan Tanggungjawab Itu Kini Bernama Korupsi

  7 Apr 2012, 21:00

"Satu hal penting bahwa orang tidak cukup menyatakan dirinya exist, ada. Mengapa tidak cukup? Exist itu 'sekedar' ada. Ada itu kadang tidak ada."

Panggilan Hidup dan Tanggungjawab Itu Kini Bernama Korupsi

Tema seperti pada judul mengundang tanya, Apakah panggilan itu, siapa yang dipanggil dan sadarkah kita akan adanya panggilan itu? Kepada siapa kita bertanggungjawab dan perlukah tanggungjawab itu diulang tanya? Tiap hari besar gereja, selalu dikemukakan tema yang relevan yang dijadikan momen perenungan kembali bahkan koreksi pribadi atas esensi, hakekat dan peran, kehadiran, kematian dan kebangkitan Kristus dalam hidup Kristiani umat Katolik. Perayaan Paskah kali ini pun demikian. Perayaan sebagai rasa syukur yang menjadi awal timbulnya perilaku insan kristiani yang lebih injili.

Makna dan semangat sebuah tulisan - seperti pada judul - tak akan diperoleh manakala tidak memahami apa yang tersirat di balik yang tersurat. Panggilan hidup diterjemahkan sebagai kecenderungan hati untuk melakukan suatu pekerjaan. Selagi kata hidup sendiri diartikan sebagai: masih terus ada, bergerak dan bekerja sebagaimana mestinya. Termasuk di dalamnya manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan. Panggilan hidup disini tentu ditujukan kepada manusia.

Panggilan Hidup dan Tanggungjawab Itu Kini Bernama Korupsi

Satu hal penting bahwa orang tidak cukup menyatakan dirinya exist, ada. Mengapa tidak cukup? Exist itu "sekedar" ada. Ada itu kadang tidak ada. Membingungkan. Maka lebih tepat saya menyebut "hidup" (live). Hidup itu bergerak. Bergerak itu maju. Maju pasti banyak tantangan. Orang bilang "take it or leave it". Bagaimana dengan tanggungjawab? Tanggungjawab merupakan sesuatu yang menjadi kewajiban, keharusan untuk dilaksanakan yang mengandung "jaminan" atas kualitas panggilan hidup pilihannya. Bagaimana konkritnya?

Panggilan hidup mendorong orang punya pilihan kerja. Kerja yang menghasilkan barang-barang, jasa, pelayanan. Karena pemenuhan panggilan orang pun punya pekerjaan. Di lembaga swasta, atau pemerintahan sebagai pegawai negeri, tentara dan lain sebagainya. Cermati cover depan warta Minggu 11 Maret 2012. Pekerjaan dalam lingkaran abu-abu terang bergambar karakter kerja yang menuntut tehnik aestetik, yang kasar, yang humanis, yang membutuhkan ilmu dan pengetahuan dan muaranya tetap pada tanggungjawab sebagai umat Kristiani.

Konsekuensi adanya panggilan itu, orang pun memperoleh penghargaan berupa gaji. Kadang dilengkapi perolehan pendapatan. Hati-hati jangan disamakan antara gaji dan pendapatan. Gaji itu uang yang diterima dalam jumlah tetap dan waktu tetap sesuai peraturan PGPS atau UMR/UMP. Karena sangking kecilnya gaji ada sementara kalangan mengusulkan agar situasi penggajian ini didaftarkan menjadi salah satu keajaiban dunia, melengkapi tujuh keajaiban yang sudah ada. Tentu ini bercanda walau nuansa realitasnya pas.

Bagaimana dengan pendapatan? Pendapatan itu perolehan uang dari "sabetan" kiri kanan. Entah ngobyek, jual beli dan sewa jabatan atau korupsi manipulasi, dan segala bentuk penyimpangan kewajaran. Sepertinya mereka sudah pesan tempat di neraka. Saat ini banyak karyawan muda sudah ber-rekening gendut. Cita-cita orang kerja jaman sekarang bukan sekedar mendapat uang semata, melainkan - aku harus kaya. Beda jaman, beda suasana beda cita-cita.

Percakapan pendek berikut dalam bahasa Jawa layak dicermati: "Bade tindak pundi, pak?" ketika ditanya. Mereka menjawab "Arep nyambut gawe" (Mau kemana, pak? Dijawab Mau kerja!)

Jaman sekarang entah orang tua atau pegawai muda jika ditanya dengan pertanyaan yang sama: Mau kemana, pak/mas? Jawaban tegas penuh keyakinan: Mau cari duit. Orientasi memang tidak pada kerja. Perbedaan seperti bumi dan langit. Apakah duit itu segala-galanya? Kenekatan terencana akan berbuah bencana. Wajah koruptor diexpose di layar TV masih sempat tersenyum lebar sambil melambaikan tangan kepada masyarakat sekitar dan tentu saja kepada penonton di rumah tanpa wajah penyesalan walau mereka tahu sebentar lagi menjadi penghuni bui.

Apakah saraf malu sudah putus? Apakah ini sebuah pertanggungjawaban? Ini semua gara-gara uang. Simak ulang l.Tim. 6: 10 - Karena akar segala kejahatan adalah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka.

Meskipun disebut beberapa orang, bukan berarti sedikit. Jangan lupa, koruptor di negeri ber-ketuhanan yang maha esa ini melakukannya secara berjamaah karena sudah mewabah. Jangan-jangan manusia Indonesia mengamini kata Marilyn Monroe seperti dalam filmnya "River of no Return" - money makes the world go round. Uang membuat dunia berputar. Akhirnya akibat perputaran itu lebih dirasakan oleh seluruh bangsa.

Munculnya bencana alam bertubi-tubi. Banjir, gempa bumi, longsor, air laut pasang, gunung meletus. Apakah ini hukuman Tuhan atas kecongkaan manusia seperti peristiwa Sodom dan Gomora? Percaya atau tidak mungkin Tuhan tidak marah, cuma jengkel.

Yang tersebut di atas, baru sekitar panggilan hidup tanpa adanya sentuhan iman. Lalu bagaimana partisipan korup yang merupakan bagian dari umat kristiani Katolik. Mengapa Katolik? Menurut hemat penulis, ada sesuatu yang khas yang menjadi ciri Kristiani sejati. Umat pada dasarnya diingatkan adanya kebebasan manusia. Di sisi lain kehendak Tuhan tidak bisa diabaikan. A pakah ini menunjukkan fanatisme atau pameran sempit pandang? Terserah!!

Terpenuhinya panggilan hidup yang berbuah tanggungjawab yang melekat erat pada diri terpanggil, merupakan keping mata uang yang tak terpisahkan. Sebuah conditio sinequa non. Panggilan hidup seperti tertera di atas, perlu pemenuhan persyaratan. Menjalankan berbagai pekerjaan seperti tersebut di atas memerlukan pendidikan awal yang "link and match" yang memungkinkan tanggungjawabnya dipertanggungjawabkan dengan benar. Penguji kebenaran tanggungjawab punya metode yang mampu menyatakan bahwa laporan tanggungjawab tersebut diterima tanpa keberatan. Tidak terdengar "no opinion atau adanya dissenting opinion", (sok tahu hukum saja). Ini adalah kehidupan biasa yang terlalu biasa, bahkan tak ada apa-apanya buat diangkat menjadi tema ceritera.

Bagaimana panggilan hidup sebagai pengikut Yesus dan tanggungjawabnya? Untuk menjadi pengikut Yesus bukan perkara mudah. Persyaratan demi persyaratan wajib dipenuhi sebelum menjadi muridyang "professional". Apa yang tersurat dan tersirat dalam kitab dan injil, keteladanan Kristus layak dan pantas mewarnai tiap langkah umat Katolik. Kasih, semangat pengorbanan, pengampun. Karena manusia lebih mementingkan materi, mereka yang "cupet pikir" menyatakan bahwa untuk menjadi pengikut Kristus harus berani jadi "kere", meninggalkan dunia sepenuhnya. "Memiskinkan diri" justru memperkuat relasi kita dengan Tuhan agar konsentrasi pengejawantahan ajaran Kristus oleh manusia tak terganggu dengan hal-hal duniawi. Semua harus dipertanggugjawabkan nanti saat hari penghakiman Pembaptisan bukan jaminan diterima di rumah Bapa, melainkan hanya mereka yang hidup di jalan Tuhan. Untuk kesana salah satunya lewat pertobatan. Pertanggungjawaban di hadapan Tuhan tidak rombongan melainkan pribadi demi pribadi.

Sugeng Paskah

Suwanto Soewandi - Lingkungan St Benedictus

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi