Merasa Aman Itu Mahal

  7 Apr 2012, 12:42

Nguik! Seekor babi hutan berhasil di panah oleh pemburu dari kampung Atadei. Babi yang kesakitan tersebut berlari ke arah laki-laki kecil yang ikut dalam rombongan pemburu.

Merasa Aman Itu Mahal

Melihat itu, pemburu yang lain berteriak kepada laki-laki kecil itu untuk berlari menjauh dan memanjat pohon. Laki-laki kecil tersebut berusaha memanjat pohon. Sayang, busur yang dibawanya tersangkut dahan sehingga ia tidak bisa memanjat, dan babi hutan yang terluka itu menggigit kakinya. Ia pun berteriak kesakitan.

Antonius Aip RebongCerita di atas merupakan cukilan masa kecil Antonius Aip Rebong, salah satu petugas keamanan Gereja Maria Bunda Karmel (MBK). Rebong yang lahir tahun 1960, di Flores Timur tepatnya di Pulau Lembata ini merupakan petugas keamanan paling senior.

Lahir sebagai putra ke 5 dari 7 bersaudara, Rebong kecil harus berjalan sejauh 5 kilo untuk bersekolah. Sepulang sekolah ia dan teman-temannya bermain di hutan sambil mencari kayu bakar. Sepulang mencari kayu, babi-babi peliharaannya sudah menunggu untuk diberi makan.

Malam itu, di depan gereja, tepatnya didekat pintu barat, Rebong juga bercerita kenapa jalannya tidak sempurna. Saat hendak buang air kecil, Rebong kecil (3 tahun) terjatuh dari pinggir rumahnya. Yang membuat fatal adalah rumahnya ada di lereng sehingga pada bagian dimana dia terjatuh lebih tinggi dari permukaan tanah. Parahnya lagi, karena kakaknya takut dimarahi bapaknya, peristiwa itu tidak diceritakan. Dua minggu kemudian kaki Rebong bengkak. Dibawalah ke tukang urut. Celakanya,tukang urut yang didatangi tidak ahli sehingga makin parahlah kaki Rebong kecil.

Penyuka jagung titi ini mulai meninggalkan kampungnya saat duduk di bangku SMP. "Saya kabur ke Maumere," tuturnya. Sambil bekerja menjadi tukang kebun, Rebong melanjutkan SMP sampai tamat STM. Setelah bekerja beberapa tahun di perusahaan kontraktor, tahun 1985 Rebong meninggalkan Maumere dan menjejakkan kaki di Jakarta.

Di Jakarta, semangatnya untuk menggali ilmu tidak surut. Sambil bekerja di perusahaan percetakan, dia kuliah di Institut Budi Utomo, mengambil jurusan Teknik Sipil, gelar diploma pun disandangnya. Keinginan untuk mengambil gelar insinyur dibatalkannya karena harus mengalah demi adik paling kecilnya yang ingin sekolah perawat.

Dengan modal diplomanya Rebong bekerja di sebuah perusahaan kontraktor sebagai pengawas. Pekerjaan di percetakan juga tidak dilepasnya sehingga waktunya habis untuk bekerja. Malang tak dapat ditolak untung pun tak juga diraih. Pada tahun 1993 pabrik percetakan terbakar dan bangkrut. Padahal sebelumnya Rebong telah melepas pekerjaannya sebagai pengawas bangunan karena banyaknya pencurian dan korupsi.

Rebong menyambung hidup dengan bekerja sebagai petugas keamanan di sebuah sekolah. Demi honor 150 ribu per bulan itu dia rela berjalan kaki dari rumahnya di bilangan Patra Tomang ke Pluit. Pada tahun 1999, bapak 4 anak ini melamar di MBK sebagai petugas keamanan. Dari 15 pelamar hanya 4 orang yang diterima.

Rebong sangat bersyukur bisa bekerja di MBK, selain bisa menyekolahkan anak-anaknya, anak pertama dan kedua kini kuliah di Atma Jaya, Rebong juga menyekolahkan beberapa keponakannya. Lebih dari itu, karena bekerja di MBK pula dia bisa pulang ke kampung halaman bersama keluarga,walaupun baru sekali.

Constantino CunradSetelah hampir satu jam bersama Rebong, kini WM melanjutkan obrolan dengan Constantino Cunrad. Petugas keamanan gereja yang paling seram. Setelah beberapa kalimat pebuka tersampaikan, Tino begitu dia biasa dipanggil, ternyata pribadi yang hangat. Bahkan malam yang agak dingin, untuk ukuran Jakarta, terasa hangat karena senyum dan candanya yang tak berhenti selama kami ngobrol.

Anak ke 4 dari keluarga besar yang berjumlah 9 ini lahir di Kampung Bola, Maumere, pada November 1968. Bersama teman-temannya, Tino kecil suka bermain seluncuran atau perosotan yang terbuat dari pelepah kelapa. Jalan yang menurun menjadi sasaran tempat menghabiskan hari. Seperti kebanyakan anak Indonesia, Tino kecil juga suka mencuri buah mangga milik tetangga. Bahkan suatu saat pernah dikejar oleh pemiliknya. Untungnya ketika sudah dewasa, gantian anak pemilik pohon mangga tersebut yang dikejar dan dijadikan istri.

Besar dalam didikan keras mantan KNIL, membuat Tino bercita-cita menjadi seorang tentara. Untuk itu dia menyelesaikan sekolahnya hingga SMA. Sayangnya karena menjadi tentara dibutuhkan biaya yang tidak sedikit, maka untuk sementara Tino harus menyimpan cita-citanya. Dia memutuskan untuk pergi ke Timor Timur, konon untuk menjadi seorang tentara di Timor Timur sangat mudah.

Di Timor Timur, dia bekerja pada perusahaan kargo yang dikelola oleh Simpati Air. Karena kesibukannya bekerja, Tino pun mulai mengubur cita-citanya. Namun banyak sekali temannya yang berasal dari angkatan. Oleh karena itu pada tahun 1991 dia ditawari temannya, anggota Marinir, untuk ikut berlayar dengan kapal ke Medan. Berlabuhlah dia ke Medan, beberapa bulan dihabiskannya di sana. Hingga kemudian ketika mau pulang ke Maumere, Tino mampir dulu ke Jakarta.

Setelah sampai di Maumere ternyata hawa Jakarta memanggilnya. Pada tahun 1991 Tino memutuskan untuk merantau ke Jakarta. Menjadi kenek angkot jurusan Cikarang-Cibarusa adalah pekerjaan pertamanya. Karena sudah bisa mengemudi mobil sejak di Timor Timur, setelah cukup hafal jalan, Tino pun menjadi sopir angkot.

Cukup lama Tino hidup dalam kerasnya jalanan sampai pada suatu ketika SIM-nya harus dicabut karena kecelakaan. PT. Duta Sarana Perkasa menjadi labuhan berikutnya bagi Tino. Di sinilah hidupnya sebagai petugas keamanan dimulai. Hingga pada tahun 1999, ketika (Alm) Arifin Winata mencari petugas keamanan untuk ditempatkan di Gereja MBK. Atas bantuan temannya yang dimintai tolong Arifin untuk mencarikan petugas kemanan, melamarlah Tino di MBK. Dan bergabunglah sejak saat itu.

Tino yang menikah di tahun 1997 ini dikaruniai 3 orang anak. Maria Agristin, anak pertama kini kelas 2 di SMUK Sang Timur. Anak kedua Steven Cunrad duduk di bangku SMPK Sang Timur kelas 2. Sedangkan anak ketika, yang namanya diberi oleh Romo Joko, Hieronimus Sopranio, kini sekolah di TK Sang Timur. Tino sangat mensyukuri hal ini. Menurut penyuka ikan ini, MBK adalah tempat dia belajar sabar. Sejak di MBK pula hidupnya berubah menjadi lebih baik, bahkan sangat. Ketika WM mengajak membicarakan perparkiran, Tino tersenyum. Menurutnya parkir adalah masalah terbesar umat MBK.

Donny HasyimPetugas keamanan yang satu ini mudah dikenali karena perawakannya yang paling kurus diantara petugas kemanan yang lain. Lahir di Kerawang 34 tahun yang lalu. Sawah menjadi tempat bermain masa kecilnya. Mencari ikan di sungai juga menjadi kegemarannya. Hanya bermodal serutan, batang bambu yang di tekuk kemudian dengan menggunakan kaos sebagai saringan Donny mencari ikan betrik.

Setelah agak besar dia juga mencari jangkrik untuk di jual. Kalau jangkrik di sawah sudah susah dicari, Donny mencarinya di kuburan Cina. Hal ini dijalaninya ketika kedua orang tuanya berpisah. Sepeninggalan ayahnya, kendalikeluarga dipegang oleh ibunya yang membanting tulang sendirian. Mencuci baju beberapa tetangga dilakoni ibu Donny supaya lima anaknya tetap bersekolah. Namun, kerja keras itu tidak juga mencukupi biaya hidup dan biaya sekolah.Donny pun berhenti sekolah.

Mencari jangkrik ternyata juga tidak mencukupi, membuat Donny berubah haluan. Ngamen. Waktu itu usianya masih sangat muda, 16 tahun. Gitar pun bukan milik sendiri, dia harus menyewa ke tetangganya. 10 ribu per 12 jam. Donny menyewa dari jam 7 pagi dan harus dikembalikan jam 7 malam.

Kerasnya jalanan dan pengaruhnya harus direguk. Melihat hal itu, Ibu Donny prihatin. Pada tahun 2000 akhirnya Donny dititipkan pada ayahnya di Jakarta. Bersama ayahnya Donny mendapati kenyataan bahwa ibu tiri memang kejam. Ada bapak anak disayang, tidak ada bapak, makan pun tidak dia dapatkan. "Pernah suatu hari saking laparnya saya minta makan ke tetangga," kenangnya.

Setahun kemudian atas bantuan saudaranya Donny mendapat kesempatan bekerja sebagai cleaning service. Pekerjaan itu pula yang membawanya ke lingkungan Gereja MBK. Sebagai petugas kebersihan, dia cukup kreatif untuk mencari tambahan. Dikumpulkannya kardus bekas, gelas, dan botol minuman untuk di jual tiap minggunya. Dengan begitu setiap beberapa minggu sekali Donny bisa pulang dan memberikan gajinya kepada ibunya.

Rupanya yang mendorong Donny untuk rajin pulang kampung bukan hanya ibunya. Donny yang mengenal pacara sejak SMP ini jatuh hati dengan tetangganya, Kokom Komaria namanya. 6 tahun pacaran rupanya tidak membuat orang tua Kokom merestui hubungannya. Tahun 2006 akhirnya dengan modal satu juta Donny menikahi Kokom.

Fauzi, anak pertamanya lahir di tahun yang sama. Kini, Donny sedang menunggu kehadiran anak keduanya. "Dua bulan lagi, Mas," katanya.

Ketika kontraknya sebagai petugas kebersihan selesai, Donny di panggil Romo Eko dan ditawari untuk menjadi petugas kemanan. Tawaran tersebut tidak ditolaknya, karena dengan begitu dia akan menjadi karyawan tetap gereja. Menjadi karyawan tetap di MBK adalah salah satu keinginannya yang terpendam. Bertahun-tahun dia memimpikan hal tersebut. "Saya sudah sangat betah di MBK, mas. Teman-teman dan karyawan di sini sudah seperti keluarga sendiri,"

3 bulan pendidikan pun dijalani Donny bersama beberapa calon petugas keamanan yang lain. Saat pendidikan Donny mengaku paling banyak melakukan kesalahan. Diledek dan dihukum tidak menyurutkan niatnya untuk diterima sebagai petugas keamanan. Dan akhirnya pekerjaan sebagai petugas keamananpun didapatnya. "Saya sampai nangis, mas. Saya bahagia, keinginan saya menjadi karyawan gereja terkabul." ceritanya dengan senyum penuh kebanggaan katanya.

ParkirMenurut WM, tugas paling berat yang harus dilakoni oleh petugas keamanan Gereja MBK adalah mengatur parkir di dalam area gereja. Beberapa kali WM mendapati umat yang tidak terima jika petugas keamanan menutup gerbang karena parkiran di dalam area gereja penuh. Untuk itu di edisi penutup profil petugas keamanan ini WM kembali menanyakan apa yang dirasakan oleh petugas keamanan ketika mendapat omelan, cacian, bahkan hinaan dari pemilik kendaraan.

"Kalau ada yang marah-marah itu artinya mereka tidak tahu dan belum bisa memahami peraturan yang telah dibuat." kata Rebong. "Maafkan saja, toh tujuan mereka ke gereja untuk beribadah. Ya, mungkin beberapa orang tersebut memiliki kebiasaan marah-marah sebelum minta berkat romo, atau mungkin juga tensi darahnya sedang tinggi. Maafkan saja." lanjut Rebong sambil tersenyum.

Berbeda dengan Donny. "Kalau pas mendapat jatah jaga hari Minggu, kemudian di dalam daftar pas jam misa ada acara pernikahan di aula, ada acara seminar di Sang Timur, plus rapat DP. Wah, Sabtu malam pasti mimpi buruk." katanya sambil tertawa.

"Tapi itu masih mending, mas. Yang menyedihkan itu kalau sampai ada yang bilang, bayar berapa sih supaya bisa parkir di dalam. Wah itu sedih, banget." tuturnya. "Tapi saya sudah siap, kok. Saya sadar bahwa salah satu tugas seorang petugas keamanan itu harus menerima perlakuan buruk. Tapi yang seperti itu hanya beberapa kok, sedikit. Tapi setiap minggu pasti dapat jatah," sambungnya sambil tetap tersenyum.

Lain halnya dengan Tino. "Untungnya teman-teman kompak. Apa yang sudah menjadi peraturan, ya harus dijalankan. Kalau parkiran dalam gereja sudah penuh, gerbang ditutup. Kalaupun ada yang ngomel, anggap saja resiko pekerjaan," katanya. "Kalau ada yang ngeyel dan marah-marah, anggap juga mereka tidak mengerti," sambungnya.

"Untuk mendapatkan rasa aman itu mahal, Mas," tegas Tino. "Untung saja warga sekitar sini baik-baik. Untung juga Tri Asih meminjamkan lahannya untuk di pakai parkir, lumayan, bisa menampung beberapa puluh mobil," katanya sambil tersenyum.

Ya, perparkiran memang menjadi masalah yang tak ada habisnya di Gereja MBK. Dan harapan dari 8 petugas keamanan gereja ini hampir sama. Benahi perparkiran. Kalau bisa syukur, kalau tidak bisa, tentu saja tidak apa-apa. Misa tetap on time.

Lihat Juga:

Serba-Serbi (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi