Pacaran: How Far is Too Far?

 JA Gianto  |     31 Jul 2016, 06:08

"Ah, kuno, sudah ketinggalan zaman. Masa pacaran cuma gitu doang. He..he..," ujar sekelompok gadis remaja yang duduk tepat di belakang saya di bioskop. Film itu mengisahkan Rudy Habibie muda di Jerman saat pacaran bersama Ilona, gadis keturunan Polandia yang mencintainya. Ditampilkan bagaimana Habibie tetap taat berdoa secara muslim menggunakan gereja Katolik karena belum ada masjid di kota tersebut.

Pacaran: How Far is Too Far?

Jatuh cinta merupakan hal lazim dalam kehidupan manusia. Erich Fromm dalam bukunya The Art of Loving menegaskan, "Cinta adalah eksistensi manusia. Cinta merupakan seni yang perlu dipelajari... dipraktikkan... dipelajari sehingga menghasilkan susuatu yang indah. Seni tidak terjadi dengan sendirinya melainkan buah karya dari usaha."

Berdasarkan penelitian mutakhir di bidang Neuroscience, diketahui bahwa pacaran di masa remaja amat berpengaruh dalam perkembangan otak. Tahapan perkembangan manusia mengelompokkan seseorang yang berumur 16 tahun sebagai remaja. Pada masa itu, fisik, kognitif, dan mental emosional mereka sedang berkembang pesat. Keadaan tersebut membuat hubungan seks yang dilakukan pada usia remaja akan memengaruhi suasana hati dan perkembangan otak mereka hingga menjadi dewasa (Kompas, 25 Juni 2015, Seks Usia Remaja Ganggu Otak).

Orang Muda Katolik (OMK) sebagai sebagai penerus Gereja akan amat elok bila mengetahui dan mampu mempraktikkan pacaran berdasar iman Katolik. Apakah aku loving pacarku untuk tumbuh bersama atau aku using tubuh pacarku untuk kepuasaan egoku? Kasih agape (unconditional love) itu memberi dan rela berkorban demi kebahagiaan pacarku. Apakah masih ada?

Dalam rangka mencari jawaban pertanyaan itu, Panitia Tahun Suci Luar Biasa Kerahiman Allah (TSLBKA)berdasarkanarahan dari KAJ menggelar Rekoleksi Kerahiman Allah pada Sabtu 6 Agustus, pukul 08.30 - 11.00 dengan tema pokok "Pacaran: How Far is Too Far." Dua pakar di bidang anak muda diundang untuk berbincang bersama teman-teman OMK.

Pembicara pertama, RD Yohanes Dwi Harsanto (Rm. Santo) selaku Sekretaris Eksekutif Komisi Kepemudaan KWI selama dua periode. Romo Santo juga menjadi Ketua Umum Indonesian Youth Day 2012, Ketua SC Asian Youth Day 2017. Ia menerbitkan Pedoman Karya Pastoral OMK "Sahabat Sepeziarahan" dan menerjemahkan buku YouCat (Youth Cathecism) - katekismus untuk OMK yang diterbitkan Kanisius.

Pembicara kedua adalah Rosdiana Setyaningrum, Mpsi, MHPEd, seorang Psikolog klinis.Ia aktif di Diana & Associate, Heartsprings Therapy Center, Dzone Therapy Center. Ia mengenyam pendidikan S2 Psikologi - Universitas Indonesia, School of Medical Education - University of New South Wales, Sidney.

Mari kita ramaikan!

Lihat Juga:

Seputar MBK (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi