Menari di Hadapan Allah
Helena D Justicia | 9 Aug 2014, 09:28
Jika kita menonton suatu pementasan seni, apakah itu teater, musik atau tari, tanpa perlu menjadi seorang ahli, kita dapat memberikan penilaian tertentu. "Wah, aktingnya lebay!" "Penari yang di tengah itu, gerak badannya paling luwes si antara yang lain!" "Penghayatannya luar biasa, ya!" "Gile, keren banget mainnya... ampe merinding gue!"
Terhadap penilaian semacam itu, psikolog M.A.W. Brouwer mengembangkan gagasan tentang 'badan' dan 'alam'. Agar dapat menari dengan baik, seorang penari perlu menyituasikan badannya sesuai dengan 'alam' tariannya. Begitu pula halnya dengan pemain teater dan pemain musik. Jika pikiran si penari penuh dengan peristiwa kecelakaan yang dilihatnya dalam perjalanan ke gedung seni, bisa jadi ia tak mampu menari dengan baik karena gagal memasuki 'alam' tariannya. Seorang perangkai bunga yang kekasihnya baru saja wafat dapat menghasilkan perubahan gaya rangkaian; jarak antarbunga menjadi sangat rapat, sebagai ekspresi duka, kehilangan, dan menutup diri.
Keterkaitan antara 'badan' dan 'alam' ini pun kita alami dalam Perayaan Ekaristi atau misa. Ada tata gerak yang perlu dilakukan seperti berlutut, membuat tanda salib, bahkan duduk. Tata gerak, jika tak dipahami maknanya, akan tinggal sebagai aturan semata. Kita pun melakukannya hanya karena 'seharusnya begitu', mungkin malah sekadar ikut-ikutan atau latah.
Menghadiri Perayaan Ekaristi adalah menciptakan suatu 'alam' bersama Allah. Allah sendirilah yang mengundang kita untuk mengikuti perjamuan-Nya. Memasuki 'alam' bersama Allah, berarti menyituasikan 'badan' agar selaras dengan 'alam' itu. Karena itulah, setiap gerakan dalam Perayaan Ekaristi mempunyai makna. Berlutut menandakan kerendahan hati. Duduk mengekpresikan kesediaan untuk mendengar dan merenungkan sabda Tuhan. Membungkukkan badan adalah tanda penghormatan yang dalam.
Apapun gerak tubuh dalam Perayaan Ekaristi, sejatinya mengarahkan seluruh diri kepada Allah. Kita berlutut, tapi apakah dengan kerendahan hati? Kita duduk, namun apakah siap dan bersedia mendangarkan sabda Allah? Kita membungkuk, apakah karena sungguh menghormati Allah? Disposisi batin-lah, yang membuat orang kendati tak paham Tata Perayaan Ekaristi, dapat menampilkan dirinya secara teologis. Badan menjadi ungkapan cinta kepada Allah.
Seolah penari, dalam sepekan, kita diajak untuk selama satu setengah jam 'menari' di hadapan Allah. Inilah kesempatan yang paling intim antara Sang Pencipta dengan ciptaan-Nya. Apakah kita mau menggunakan kesempatan itu dengan sebaik-baiknya?
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |