Panggilan (Menjadi) Pewarta
Yeremias Jena | 3 Feb 2017, 14:13
Setiap orang yang telah dibaptis memikul tanggung jawab yang besar dan teramat mulia ini: diutus untuk mewartakan kabar gembira kehidupan, pewartaan, wafat dan kebangkitan Tuhan Yesus. Ini adalah perintah Tuhan sendiri (Matius 28:19-20), apa yang oleh Gereja dihayati sebagai tugasnya yang paling hakiki. Disebut sebagai "kewajiban suci", karena Sabda keselamatan kekal dari Allah tidak bisa didiamkan. Sabda yang telah menjadi manusia itu adalah kehadiran Allah yang menyelamatkan, yang memastikan jalan kepada Bapa melalui jalan pertobatan dan dilahirkan kembali sebagai manusia baru.
Mereka yang telah dibaptis adalah kelompok orang beriman yang mengalami "keselamatan" itu dan berkat penyertaan Roh Kudus, bangkit untuk membagikan dan mewartakan pengalaman tersebut. Semangatnya kira-kira seperti yang dikatakan Santo Yohanes di bagian awal suratnya yang pertama: "Apa yang telah kami lihat dan yang telah kami dengar itu, kami beritakan kepada kamu juga, supaya kamupun beroleh persekutuan dengan kami... persekutuan dengan Bapa dan dengan Anak-Nya, Yesus Kristus (1Yohanes 1:3).
Pertemuan kerygma (7/2/2017) difokuskan pada refleksi mengenai menjadi pewarta sebagai panggilan. Tidak bisa dipungkiri, teologi mengenai "panggilan" (vocatio) sejak abad ke-15 memang bernuansa sangat religius. Panggilan dipersempit maknanya hanya pada panggilan menjadi imam, biarawan dan biarawati. Meskipun begitu, sebagaimana sangat ditekankan Yohanes Paulus II, panggilan mewartakan kabar sukacita Allah dipikul secara bersama baik oleh kaum relijius maupun kaum awam. "... setiap umat beriman [awam], bersama-sama dengan mereka yang dibaptis dan bersama-sama dengan kaum biarawan biarawati, berbagai tanggung jawab dalam misi gereja" (Christifideles Laici, art, 15). Dalam terang Konsili Vatican II, panggilan menjadi pewarta lalu menjadi tanggung jawab semua orang yang telah dibaptis. Sekali lagi, ini sejalan dengan cara Gereja menghayati dirinya sebagai Kerajaan Allah di dunia, yang harus mewartakan keselamatan dari Allah, supaya semua orang boleh mengalami keselamatan itu.
Belajar dari peristiwa Yesus memanggil murid-murid- Nya dalam Sinoptik, "kesegeraan" tampaknya menjadi aspek penting dalam tanggapan atas panggilan itu. Demikianlah, Yesus memanggil para murid-Nya ketika mereka sedang sibuk, sedang bekerja, berada bersama keluarga mereka, dan seterusnya. Dan mereka segera meninggalkan segala sesuatu lalu datang mengikuti Yesus, tinggal bersama Dia, menjadi saksi atas seluruh hidup, pewartaan dan ajaran-Nya, mengalami relasi dengan Allah, mengalami sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan, dan kemudian memberitakannya ke seluruh dunia.
Ada dua aspek yang akan sangat ditonjolkan dalam pertemuan kerygma (7/2/2017). Pertama, penghayatan panggilan menjadi pewarta bersumber dari pengalaman pribadi dipanggil dan disapa Allah. Meskipun setiap orang yang telah dibaptis memikul tanggung jawab mewartakan kabar gembira kepada dunia, tidak semua orang "merelakan" dirinya menjadi pewarta. Ada pengalaman personal tertentu yang menjadi alasan mengapa seseorang memutuskan menjadi pewarta.
Beberapa karakteristik utama dari tanggapan pribadi atas panggilan ini dapat direfleksikan dalam pertemuan tersebut. Misalnya, keengganan menjawab "ya" karena merasa belum pantas, ketidakpercayaan diri karena kurangnya pengetahuan, belum siap karena masih berjibaku dengan urusan menafkahi keluarga, dan semacamnya.
Belajar dari cara para murid menanggapi panggilan Yesus dan cara Tuhan mempersiapkan mereka menjadi murid, peserta pertemuan kerygma diharapkan mampu merefleksikan panggilannya sendiri, pengalaman personal menghayati dan menanggapi panggilan tersebut, dan relasinya yang mendalam dengan Tuhan. Peristiwa Yesus dan penghayatannya dalam pertumbuhan rohani setiap pewarta akan menjadi "sumur" yang senantiasa menyediakan air sumber kehidupan bagi energi pewartaan.
Kedua, aspek kesegaraan (urgensi) sebagaimana ditonjolkan dalam Injil Sinoptik (lihat Markus 1:16-20, Matius 4:18-22, Lukas 5:1-11) dapat dieksplorasi lebih lanjut dengan melihat seperti apakah situasi dunia dan Gereja dewasa ini sebagai afirmasi atas perintah ini. Aspek ini sangat berhubungan dengan cara kita memahami realitas dan membaca kebutuhan umat akan kabar gembira keselamatan Allah dan merumuskan reksa pastoral yang tepat untuk menanggapi kebutuhan tersebut.
Pertemuan kerygma (7/2/2017) tampaknya akan menjadi refleksi teologis dan spiritual bagi upaya menemukan makna panggilan pribadi menjadi pewarta. Pengalaman ini diharapkan akan menjadi kesempatan untuk sekali lagi menemukan makna terdalam dari arti panggilan menjadi pewarta itu sendiri. Semoga!
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |