Roh Kudus dan Persepsi

  26 May 2012, 11:02

Suatu hari sebelum misa di dalam Gereja MBK ada tiga orang ibu-ibu sepuh, satu di antaranya berada di atas kursi roda sambil tertawa-tawa menyapa saya. "Pak, jangan sampai nggak ada humornya di WM, ya! Setiap Minggu kami selalu dibuat senang. Tertawa geli sendiri."

Roh Kudus dan Persepsi

Jawabku "Doakan saja agar Roh Kudus selalu memberi ilham pada saya, bu!" Kontan isteri saya nyeletuk, "Emangnya Roh Kudus, Roh lucu-lucuan"

Nah, suatu ketika, big boss saya merayakan HUT ke-80 sambil salaman saya beri ucapan, "...semoga Bapak selalu dinaungi oleh Roh Kudus untuk memberi kekuatan dan kesehatan, untuk menjadi pengayom perusahaan ini......."

Sambil senyum beliau membalas "Doa orang baik selalu didengar-Nya, mas!" Aku pun tersenyum dan teman-teman disekelilingku juga tersenyum, sambil mencandaiku bersahut-sahutan.

Di sini persepsi tentang Roh Kudus muncul menurut versi masing-masing. Yang satu Roh Kudus pemberi ilham humor, yang satu sebagai persepsi serius. Namun ada lagi persepsi seorang pemandu APP di Gereja St. Matheus, bahwa Roh Kudus itu harus dikaitkan dengan karya Gerejani. Kalau tidak ada sangkut pautnya dengan Gerejani, Roh Kudus jangan disangkut pautkan?

Seperti ketika kita lagi terseok-seok, menderita karena banyak cobaan, misalnya dagangan tidak laku, sakit yang tidak ada hubungannya dengan tugas Gerejani, KDRT, dan seterusnya. Berarti kurang pantas kalau minta curahan Roh Kudus untuk mengatasi persoalannya? Yang terakhir ini pasti menuai perdebatan panjang.

Dalam konteks kebertuhanan, peran persepsi sangat besar karena setiap orang yang beragama akan selalu mempersepsikan Tuhannya yang menjadi sandaran agama yang dianut. Persepsi sebenarnya relatif dan sangat subyektif, dari mana melihatnya dan kapan.

Dalam realitas kehidupan sosial keagamaan, persepsi tentang Tuhan itu telah menjadi realitas fenomenal yang meluas. Setiap orang beragama dan komunitas agama (ormas-ormas) mempersepsikan Tuhannya sendiri-sendiri. Akibatnya ya, persepsi tentang Tuhannya juga berbeda-beda. Ada yang berpersepsi Tuhan Maha Kasih, ada Tuhan yang selalu marah dan gampang tersinggung.

Secara nalar manusiawi sebenarnya wajar-wajar saja persepsi tentang Tuhan. Namun masih bisa dipertanyakan kebenaran persepsi masing-masing. Tuhan sesungguhnya berbeda dengan Tuhan yang dipersepsikan. Tuhan tak terjangkau oleh sebuah persepsi, sementara persepsi itu sendiri terbatas. Hal yang kemudian menjadi masalah, kalau persepsi tentang Tuhan itu dianggap Tuhan dan dimutlakkan kebenarannya.

Sesungguhnya Tuhan sendiri tak bisa dimonopoli oleh siapa pun. Maka kita heran, ketika terjadi talk show pro dan kontra Lady Gaga di TV, ada wakil ormas seolah mengklaim diri berjalan di jalan Tuhan (nya sendiri).

Maka nyata benar, bahwa ketika terjadi kekerasan yang mengatasnamakan agama, sebenarnya seperti memperebutkan Tuhan persepsi yang mereka mutlakkan. Persepsi diri sendiri yang dipaksakan kepada orang lain. Dan jangan heran hal ini akan berlangsung terus, apalagi ditambah Negara yang tak mampu mengayomi golongan minoritas.

Perkara persepsi Roh Kudus, romolah yang mampu menjadi mediator.

(Ign. Sunito)

Lihat Juga:

Renungan (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi