Kepedulian Merupakan Tanda Gereja Yang Hidup
28 Sep 2010, 21:28
Kisah Injil Mingu ini (Luk 16: 19-31) menceriterakan seorang kaya yang tanpa nama dihadapkan dengan kisah seorang miskin, seorang pengemis yang diberi nama Lazarus. Nama Lazarus sendiri memiliki arti "bantuan dari Allah". Semasa hidupnya diantara kedua orang tersebut mengangalah jurang yang begitu lebar. Yang satu kaya dengan aneka pesta dan asesori yang dikenakan, yang seorang dengan kemelaratannya sampai-sampai untuk mendapatkan roti tidak mampu. Untuk menyambung hidupnya dan mengisi perutnya Lazarus berjuang untuk mendapatkan remah-remah diri meja di kaya. Bahkan lebih ngeri lagi untuk mendapatkan remah-remah dari meja orang kaya itu Lazarus harus bersaing dengan anjing. Kisah Injil bukan sebuah kisah "hitam dan putih", bukan sebuah perlawanan antara kaya dan miskin, juga bukan soal melarat dan berkecukupan.
Pengalaman injil yang kita renungkan minggu ini menjadi hidup dan menarik kalau kita hidupkan kembali dalam konteks zaman ini. Kita menyadari bahwa kehadiran paroki kita ada di tengah-tengah gerak masyarakat Indonesia yang riel dan nyata kemiskinan menjadi persoalan yang mendasar.
Kemiskinan menjadi keprihatinan yang juga diangkat menjadi persoalan mendasar dalam sidang Agung Gereja Katolik Indonesia sekaligus juga menjadi keprihatinan kita tentunya. Persoalannya mau apa dengan kemiskinan yang hadir di seputar kehidupan paroki kita.
Kita sadar bahwa Gereja tidak mampu menebus dan membebaskan kemiskinan seketika dan total. Kita juga mengimani bahwa sesuai nasehat injil yang mampu memberikan rasa keadilan yang difinitif hanyalah Allah dalam kemuliaan-Nya. Namun Kristus mengharapkan meski keadilan secara definitif ada dalam kerajaan Allah kelak, semasih di dunia ini kita dipanggil untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang mengarah kepada terpenuhinya Kerajaan Allah tersebut, misalnya dengan kepedulian, kerelaan memberi dan solider dengan yang tidak berpunya. Sebagaimana kita dengan dalam kisah Injil suci bahwa kerajaan Allah sudah ada di dunia ini meski belum sempurna. Artinya selagi di dunia ini kita harus segera dan berjuang untuk mewujudkan Kerajaan Allah. Kegagalan orang kaya tanpa nama dalam kisah Injil ketika di dunia ia tidak belajar untuk menghadirkan kerajaan Allah. Ia tidak peduli, tidak perhatian, tidak merasakan penderitaan orang lain. Yang ia buat adalah hanya memikirkan dirinya sendiri dan egonya. Karena di dunia tidak memulainya untuk melakukan perbuatan-perbuatan Kerajaan Allah, maka dalam kematiannya ia tidak menemukannya. Karena memang di dunia ia tidak mau merintis kerkajaan Allah.
Pengalaman Injil Minggu ini bukan sekedar untuk kita pahami bahwa mewujudkan tata keselamatan surgawi harus dimulai di dunia ini dengan menata hidup kita dengan sikap-sikap Allah sendiri, melainkan juga merupakan panggilan Gereja. Apa yang dikatakan Injil pada Mingu ini tidak lain adalah panggilan dan perutusan kita sebagai Gereja. Riel dan nyata bahwa bangsa kita Indonesia (masyarakatnya) yang masih miskin dan di bawah garis kemiskinan masih cukup banyak. Gereja sebagai bagian dari masyarakat akan menjadi Gereja yang hidup, Gereja yang menguduskan dan Gereja yang menjadi tanda kasih Allah bagi dunia kalau sikap Gereja tidak seperti orang kaya yang tanpa nama dalam Injil hari ini.
Gereja, yaitu kita semua ini, akan sungguh mengalami kerajaan Allah kalau kita menjadi komunitas peduli, komunitas berbagi, komunitas penyembuh, komunitas yang tidak rela kalau ada kemiskinan. Sebab kemiskinan adalah tanda tidak hadirnya Kerajaan Allah.
Aldi O' Carm
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |