Berikan Ketulusan pada Anak-Anak
Ign. Sunito | 21 Jun 2015, 06:14
Kasus pembunuhan gadis cilik usia 8 tahun, Angeline, di Bali menjadi trending topic sekarang ini. Menjadi fokus perhatian masyarakat luas melalui sosmed maupun pemberitaan media massa, yang semuanya tersentuh akan rasa kemanusiaan. Kisah Angeline diadopsi karena kemiskinan orangtuanya, dst.
Penulis ingat kembali peristiwa ketika Paus Fransiskus berkunjung di Filipina bulan Januari 2015 lalu. Sewaktu mengunjungi kampus Universitas Santo Thomas di Manila, bertemu dengan anak-anak muda di hadapan Paus berdiri seorang gadis kecil, Glyzelle Iris Polimar (12) seorang anak jalanan. Ia memberi pertanyaan kepada Paus: Mengapa banyak anak-anak ditinggalkan orang tuanya? Mengapa anak-anak dibiarkan terlibat narkoba dan prostitusi? Mengapa Tuhan membiarkan hal-hal seperti itu terjadi? Anak 'kan, tidak bersalah apa-apa? Glyzelle tidak bisa meneruskan kata-katanya dan lalu menangis. Disusul deraian air mata anak laki-laki tuna wisma yang ikut berdiri di samping Glyzelle.
Paus tertegun dan lalu menyisihkan naskah pidato yang sudah disiapkannya dalam bahasa Inggris, lalu spontan menggantinya dengan orasi dalam bahasa Spanyol bahasa yang juga familiar di Filipina. "Inti pertanyaan Glyzelle ini hampir tidak memiliki jawaban," kata Paus yang juga meneruskan kalimatnya, bahwa setiap orang harus belajar menangis untuk orang lain yang terpinggirkan dan menderita. Kasih sayang dan empati dangkal dengan memberikan sedekah tidak cukup. Paus mengajak semua orang untuk memberikan perhatian yang tulus bagi mereka. Sehingga mereka memiliki harapan kembali. Paus mendesak pemerintah Filipina menghindari terjadinya struktur sosial yang melanggengkan kemiskinan, kebodohan, dan korupsi. Dan mengalihkan uang yang dikorupsi itu digunakan untuk memberdayakan yang lemah dan miskin.
Himbauan Paus itu kalau kita tarik ke masalah kita kini sangat relevan. Uang yang dikorupsi kalau digunakan untuk mensejahterakan kaum tak berdaya misalnya. Coba lihat data dari kemiskinan Indonesia, 25 juta orang hidup hanya dengan sekian rupiah setiap harinya (di bawah garis kemiskinan). Akibatnya banyak anak-anak kita temui sedang mengemis atau menjadi pemulung, 1,2% menjadi anak jalanan dan 35% di antaranya tinggal di daerah kumuh.
Peristiwa semacam Angeline itu adalah masalah kemanusiaan, yang selalu menimbulkan rasa solidaritas berbentuk empati. Manusia tumbuh kemanusiaannya karena ada manusia lain. "Saya manusia karena saya menjadi bagian dari komunitas manusia dan saya memandang serta memperlakukan orang lain pun demikian. Ini prinsip peduli pada setiap ciptaan Allah, manusia lain dan semangat untuk saling mendukung. Sikap kemanusiaan manusia idealnya diungkapkan lewat hubungan dengan manusia lain dan lewat pengalamannya atas manusia lain.
Sungguh peristiwa Angeline ini mengetuk rasa kemanusiaan kita. Kita berharap seperti kata Paus Fransiskus berikutnya. Hendaknya setiap keluarga harus bijaksana menghormati kehidupan, dengan mendidik dan memelihara anak-anak terutama menekankan kepada kesejahteraannya.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |