Dimensi Allah Tri Tunggal
17 Jun 2011, 13:45
Ada dua kasus dalam percakapan dengan rekan sejawat, di mana ketika mobil penulis disodok bus dari belakang ketika mau masuk pintu tol Cikarang. Penulis tidak minta ganti rugi. Percuma eyel-eyelan dengan orang yang memang waton suloyo (nyebelin) di samping lalu lintas menjadi macet total. Penulis diledek sebagai orang Katolik "sejati" yang penuh iman cinta kasih dan memaafkan. Padahal penulis hanya ngeman jantung yang sudah rada-rada reyot. Kemudian membahas tulisan Romo BS Mardiatmadja tentang "Duka Sila Kedua" di mana orang seperti teroris Osama Bin Laden yang ditembak mati pasukan Amerika perlu "dibela" (Kompas 10/6/11). Kenapa? Teroris itu juga manusia, apalagi Osama ditembak tak membawa senjata. Nah, ini benar, Romo Mardi memang berbicara kasih Allah Bapa dari kacamata agamawan, yang merupakan Katolik sejati dengan iman cinta kasih dan penuh maaf. Keinginan untuk berbuat baik ini bisa diartikan bekerjanya dimensi Roh Kudus. Kemudian, dalam percakapan itu disambung bahwa penulis dan Romo Mardi memang "dipenuhi" Roh Kudus. Yang satu Roh Kudus beneran, yang satu memang buat humor.
Berbicara tentang dimensi Allah Putra atau Yesus, merupakan perwujudan dari rasa emphati. Emphati dalam iman Katolik, seharusnya "bekerja" tanpa kenal lelah. Perutusan Yesus sebagai Mesias wujud dari kasih Allah kepada manusia. Maka sudah semestinya manusia mempunyai emphati kepada manusia yang lain. Juga diri kita masing-masing pasti mempunyai pengalaman dengan rasa emphati. Dan berbicara emphati, manusia itu memang Homo Emphaticus mahkluk empati, dapat merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Contoh, ketika kejadian di Cikarang itu, dalam pikiran panas penulis ingin menyumpahi sopir bus itu. Tapi dalam hati ada rasa kasihan terutama kepada keluarga khususnya anak dan isterinya. Karena saya juga punya anak dan isteri juga cucu-cucu yang lucu-lucu.
Lalu, kita hubungkan dengan situasi sekarang di mana solidaritas semakin sirna dan Sila Kedua dari Pancasila, Perikemanusiaan yang adil dan beradab akan nyaris lenyap? Kita sadar akan konsekuensi yang timbul dari tindakan kita, sebab itu di sini toleransi menemui akarnya. Agama memberi warna dalam kehidupan toleransi dan menciptakan kondisi baik adanya. Adil dalam arti yang sesungguhnya. Namun kapasitasnya tergantung identitas sosial yang dimiliki seseorang, makin luas dan makin banyak identitas itu di sana kepekaan untuk menciptakan keadaan yang baik akan tumbuh. Syaratnya, ya, semua identitas itu kita miliki melalui proses, bukan jalan instan. Agama yang kita dambakan sebagai sarana kebaikan, sayangnya banyak yang disalahgunakan malahan untuk mengabsolutkan suatu kebenaran tertentu. Dalam hal ini ketika Allah menciptakan alam semesta, Allah menghendaki semua dalam keadaan baik adanya. Menjaga semua dalam keadaan baik adalah bagian dari dimensi Allah Bapa.
Dimensi Allah Bapa tampak dalam kehendak dasar menjadikan dan menjaga segalanya baik; dimensi Allah Putra tampak dalam solidaritas dan emphati, dan dimensi Roh Kudus terus menerus membaharui diri.
Bagi mereka yang sudah bergelar Adi Yuswa bisa merasakan sendiri secara nyata.
(Ign. Sunito)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |