Mulutmu, Harimaumu
11 Feb 2011, 16:59
Bermula dari misa di hari Minggu di rumah keluarga yang memperingati satu tahun meninggalnya kepala keluarga. Pastor misa adalah kerabat keluarga, dan semua sudah melalui perizinan pastor penguasa paroki setempat. Namun salah satu warga lingkungan keluarga itu protes, terutama kepada keluarga dan pastor misa yang dituduhnya tak tahu aturan. Ekstrimnya disebut berbuat dosa. Kebetulan yang diajak dialog adalah penulis yang nota bene ketua lingkungan (bukan di MBK). Dosa, ya, begitu gampangnya orang mencap orang lain berbuat dosa. Persis kalau kita bawa dalam situasi aktual sekarang ini, begitu gampangnya orang, atau kelompok mencap mereka yang berlainan paham sebagai kafir.
Ingat peristiwa Cikeusik, Pandeglang, Banten minggu lalu terjadi kekerasan terhadap jemaat Ahmadiyah yang mengakibatkan empat anggota jemaat tewas. Begitu banyak komentar berseliweran terutama dari tokoh-tokoh pejabat maupun agama, di mana dipandang dari kacamata korban, komentar yang memberatkan bahwa hal itu musibah dan menjadi pelajaran supaya insyaf. Kita tidak ikut campur soal pertikaian intern kepercayaan. Namun kalau sudah membunuh, itu sudah menyangkut masalah kemanusiaan, HAM. Sebagai warga negara, Indonesia, kita semua mempunyai hak dasar (8 hak dasar warga). Yaitu hak hidup, hak bebas memilih agama dan menjalankan ibadah, hak berkumpul, hak atas rasa aman, hak privasi tempat tinggal, hak perlindungan atas hak milik, hak untuk tidak didiskriminasikan dan hak anak. Jangankan membunuh, merusak tempat ibadah dan mengintimidasi kelompok lain, ini sudah pelanggaran HAM.
Juga, mengingatkan cara bicara kita, dimana kita berposisi, agar bicara kita selain enak didenga juga bikin sejuk suasana. Memang ini tidak gampang, terlebih bagi mereka yang lagi sedang pegang kuasa, biasanya malah bikin "sakit telinga". Pengalaman penulis ketika berbicara dengan seorang tokoh humanis yang kebetulan lagi pegang kuasa di sebuah perusahaan. Banyak contoh terjadinya ketidakadilan di dalam perusahaannya, tetapi cara menjawabnya enak saja. "Dunia ini memang nggak adil bung! Kalau adil pasti tidak ada orang miskin". Ini hanya sepenggal contoh saja. Anda bayangkan jika Anda salah satu keluarga korban Cikeusik, mengadu kepada penguasa setempat, Banten, jawabannya: Itu musibah. Dan pelajaran buat kamu supaya insyaf. Nah, loe! Benar pepatah Jawa Asoe Gede Menang Kerahe, Anjing Besar selalu menang tarungnya.
Kebetulan Injil Minggu ini mengingatkan kita jika keagamaan kita tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli Taurat dan kaum Farisi. Pintu surga pun tetap tertutup buat kita. Artinya lebih jauh bisa dikatakan hati-hati dalam bicara seolah Anda itu penentu segalanya. Kearifan lokal Jawa lagi mengatakan, apa yang Anda katakan suatu saat akan menimpa pula Anda atau anggota keluarga Anda. Kasihan kan, kalau sampai menimpa anak-anak sendiri yang tidak berdosa. Mau bukti? Kalau Anda masih muda tanyakan kepada orang tua masing-masing. Jika Anda sebaya dengan penulis, segudang pengalaman iman kita bisa saling melengkapi.
Mulutmu, Harimaumu. Hati-hati bisa menerkam Anda sendiri.
(Ign. Sunito)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |