Bahasa Cinta Atau Bahasa Niaga ?
28 Feb 2013, 00:22
Pola pikir kita sering dipengaruhi oleh pola "jual beli". Kalau memberi harus menerima balasan, sebaliknya kalau mengambil akan kehilangan. Maka ketika ada orang bernasib malang, langsung kita cari-cari apa kesalahan yang telah diperbuatnya. Sementara itu, bila kita mendapat kebaikan, maka dengan nuansa bangga - kalau tidak mau bilang "sombong" kita menghubungkan dengan tindakan-tindakan kebaikan atau amal yang telah kita lakukan.
Pepatah Inggris "I'll scratch your back if you scratch mine" atau "There is no such thing as a free lunch" sangat mencerminkan sifat umum manusia bahwa kalau kita memberi sesuatu, tentu berhak atas balasan sepadan. Juga sebaliknya.
Dalam bacaan Injil di Minggu Prapaskah III ini; Lukas 13: 1-9 menceritakan bagaimana Yesus menyangkal hal ini. Kata-Nya: "Sangkamu orang-orang Galilea ini lebih besardosanya dari pada dosa semua orang Galilea yang lain, karena merekamengalami nasib itu? Tidak! kata-Kukepadamu. Tetapi jikalau kamu tidakbertobat, kamu semua akan binasaatas cara demikian. Atau sangkamu kedelapan belas orang, yang mati ditimpa menara dekat Siloam, lebih besar kesalahannya dari pada kesalahan semua orang lain yang diam di Yerusalem? Tidak! kata-Ku kepadamu. Tetapi jikalau kamu tidak bertobat, kamu semua akan binasa atas cara demikian."
Penafsiran saya; disini Yesus berkata bahwa korban yang terkena mala petaka itu tidak lebih buruk perilakunya daripada kita yang selamat. Namun bila kita tidak mengubah cara hidup kita, kita bisa terkena musibah serupa. Artinya kita perlu waspada, berjaga-jaga agar terhindar dari petaka demikian. Kita perlu mengenal tanda-tanda zaman. Kita perlu berbuat hal-hal yang tidak mendatangkan petaka.
Bulan lalu banjir besar melanda Jakarta. Banyak tempat tergenang, ada juga korban jiwa. Apakah mereka yang tertimpa petaka hidupnya kurang layak dari kita. Kalau kita renungkan bukankan bencana banjir itu terjadi akibat kelalaian manusia sendiri?
Akibat pembangungan yang tidak terkendali menutup tempat-tempat resapan air. Akibat pembangunan yang membebani tanggul sehingga jebol. Akibat pembuangan sampah di selokan, saluran dan sungai yang menyumbat aliran air sehingga membuat genangan-genangan.
Demikian pula banyak bencana yang sebenarnya disebabkan oleh manusia, namun manusia cuci tangan dan mengkambing-hitamkan alam semesta, seperti bencara longsor, kebakaran, gedung roboh, kapal tenggelam, tabrakan maut dlsb. Dalam masa prapaskah ini kita diajak berrefleksi, meneliti hidup kita untuk memperbaikinya.
Kita diajak untuk mencintai sesama dengan berbuat hal-hal yang tidak mendatangkan bencana pada sesama, antara lain dengan bijak memakai kantong plastik dan Styrofoam, yang bila dibuang sembarang akan menyumbat selokan bahkan sungai. Kita juga diajak untuk berbagi dengan sesama, termasuk berbagi kepedulian, berbagi perhatian pada kelestarian lingkungan hidup.
Marilah kita berbahasa cinta dalam hidup kita, memberi tanpa menuntut imbalan. Berintisiatif untuk mulai berbuat baik pada sesama, termasuk mereka yang tidak ramah pada kita. Hasilkan buah-buah cinta, jangan berniaga atau tukar menukar kebaikan. Jangan sampai kita menjadi pohon Ara yang tidak kunjung berbuah.
(Rob. Punomo)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |