Makna Dasar Perayaan Natal: Allah Mencari Kita dengan Menjadi Manusia Allah sebagai Peziarah
Mgr. F.X. Hadisumarta O.Carm | 26 Dec 2016, 07:45
01 Dalam merayakan pesta kelahiran Yesus Kristus Penyelamat kita, secara sadar atau tidak sadar, perasaanlah yang lebih mempengaruhi sikap dan ungkapan rasa hati kita dalam pesta Natal ini. Lebih-lebih karena sasaran perhatian kita dalam perayaan Natal tertuju kepada Yesus, seorang bayi yang dilahirkan di tengah malam di kandang hewan di luar kota Betlehem. Memang apa yang kita alami dan rasakan dalam hidup kita, itulah pada umumnya yang sangat mempengaruhi keadaan, sikap dan perbuatan kita. Juga dalam merayakan suatu pesta.
Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, maka dalam rangka merayakan pesta Natal ini, apabila kita mungkin merasa kurang tenang, bahkan tertekan oleh suatu pengalaman atau keadaan, maka untuk menyelenggarakan perayaan ini secara bersama ataupun secara pribadi, sangat bergunalah bagi kita pada suatu ketika mencari tempat yang tenang, sambil membawa Kitab Suci, dan membaca Injil Luk Bab:15 dengan tenang dan penuh keyakinan. Disitu kita akan menemukan inti makna Pesta Natal, yang kita rayakan sekarang ini. Tuhan Yesus sendiri menceriterakan tiga ceritera, yang ditujukan kepada orang banyak, tetapi juga kepada kita masing-masing. Dalam setiap ceritera itu dikisahkan sesuatu yang hilang, yakni tentang sebuah dirham, seekor domba dan sesuatu yang paling berharga, yaitu seorang anak yang hilang. Ketiga ceritera itu melukiskan usaha pemilik-pemiliknya, yaitu seorang wanita yang mencarinya secara tekun; seorang gembala yang malahan meninggalkan 99 domba lainnya untuk menemukan kembali yang hilang; dan akhirnya seorang bapa harus menunggu kedatangan kembalianaknya yang nakal dan hilang, karena ia tidak tahu ke mana anaknya itu pergi. Si bapa itu menantikan penuh kecemasan. Akhirnya para suatu hari ia melihatnya anaknya yang hilang itu kembali. Tertulis dalam Injil Lukas:"Ketika ia masih jauh, ayahnya telah melihatnya, lalu tergeraklah hatinya oleh belas kasihan. Ayahnya itu berlari mendapatkan dia, lalu merangkul dan mencium dia" (Luk 15:20). Memang demikianlah biasanya ceritera tentang seorang ayah, yang menyambut anaknya yang hilang, bila ia kembali lagi.
Nah, dalam rangka perayaan Natal ini kita menghadapi Sang Sabda Allah, sebagai suatu wahyu atau pemberitahuan yang paling jelas tentang kasih sejati Allah kepada kita! Allah selalu hadir, menantikan kedatangan kita kembali kepada-Nya. Bila kita datang kepada-Nya, Ia selalu memeluk kita dan menganugerahkan aneka pahala kepada kita. Nah, apakah dengan membaca dan merenungkan ceritera Kitab Suci itu, masih akan ragu-ragukah kita akan kasih Allah kepada kita? Dengan merayakan Natal kita diingatkan lagi, betapa besar belas kasih Bapa kepada kita. Kasih-Nya lembut dan setia. Lemah lembut dan setia, - adalah suatu kesatuan yang sangat kuat dan tak terpisahkan. Itulah yang selalu mendorong Allah untuk selalu dekat dan bersatu erat dengan kita. Itulah gerangan arti kata-kata St. Yohanes ini: "Begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan anak-Nya, yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal" (Yoh 3:16).Allah begitu mengasihi kita, sehingga Ia dalam diri Putera-Nya Yesus Kristus telah mau menjadi manusia dengan berziarah seperti kita!
Misteri Inkarnasi: Sabda Berziarah Menjadi Daging
02 Gereja Katolik bukanlah buatan hasil kebijaksanaan manusia. Bukan pula didirikan pertama-tama berdasarkan dorongan atau motivasi manusia atau humaniter melulu. Berdirinya Gereja adalah sebagai wali, penunjuk dan bentara suatu wahyu dari Allah, dan dengan demikian menyampaikan rahasia-rahasia-Nya kepada kita. Yang disebut misteri/rahasia ialah kebenaran-kebenaran ilahi mendalam, yang mengatasi daya pikir manusia yang tidak mampu memahaminya tanpa pertolongan. Kemampuan manusia sangat terbatas! Namun kekayaan-kekayaan itu dapat disampaikan kepada setiap manusia yang rendah hati dan mau berdoa. Nah, Yesus adalah teladannya. Yesus adalah pewahyuan misteri kasih Allah yang paling jelas dan mudah dipahami oleh orang yang rendah hati.
Ceritera yang tercantum dalam Kitab Kejadian Perjanjian Lama mengan-dung kekayaan makna dan ajaran. Baik bagi orang Yahudi seperti Yesus sendiri maupun bagi orang kristiani, siapapun juga, Allah bukanlah suatu kekuatan, abstrak, non-personal atau sesuatu yang bukan pribadi. Allah adalah sungguh seorang Pribadi, Pencipta yang bertindak dengan pikiran dan kasih. Sejak awal, manusia diperlakukan secara khusus, dibedakan dari segala ciptaan lainnya. "Manusia diciptakan menurut citra Allah". Bukan karena ia terdiri dari daging dan darah, melainkan karena di dalam dirinya ia memiliki suatu percikan ilahi, suatu kekuatan budi, kemampuan untuk memilih dan mengasihi. Dengan demikian setiap individu manusia dapat berpikir tentang Allah, dan telah ditentukan oleh Allah untuk menjadi sahabat-Nya yang akrab, bergerak dan hidup sebagai teman dengan Dia.
03 Tetapi kesombongan, keangkuhan ataukecongkakan, kehendak sendiri, ketidaktaatannya telah menghancurkan hatinya yang murni dan tulus di Firdaus sebagai lingkungan hidupnya yang asli. Manusia yang diciptakan oleh Allah dan untuk Allah, ternyata melawan Allah, dan dengan demikian ia memasuki suatu dunia penuh pertentangan atau konflik serta dosa. Ia memasuki perang dalam dirinya sendiri, dan menciptakan konflik atau pertengkaran dengan sesama. Ia menentang Allah dan menjerumuskan dunia, ruang hidupnya, ke dalam jurang kegelapan.
Tetapi di dalam segenap Kitab Suci tercantumlah sejarah rencana dan kehendak Allah, bagaimana Ia berjalan mencari kembali manusia ciptaan, yang meninggalkan-Nya. Dalam Kitab Suci digambarkan bagaimana Allah ingin membentuk kembali gambaran atau citra Diri-Nya, yang telah kehilangan wajah-Nyayang asli sebagai pantulan wajah-Nya yang otentik! Bagaikan seorang Gembala yang Baik (Pastor Bonus) Allah mau mengumpulkan dan menyatukan kembali domba-domba yang telah terpisah satu sama lain. Nah, gambaran manusia yang ingin diciptakan kembali oleh Allah itu ialah pribadi Yesus Kristus, yang memberikan dan menawarkan kepada umat manusia suatu bentuk hidup baru, dengan tujuan yang mulia, dengan citra atau gambaran diri yang baru, bagaikan suatu model baru.
04 Dalam pribadi Yesus Kristus itu setiap orang yang beriman percaya akan dua kenyataan. Yaitu, bahwa di satu pihak kita dengan mata atau penglihatan iman dapat melihat dan mengerti, bagaimanakah manusia itu harus berada seperti seharusnya sesuai dengan kehendak Allah. Namun sekaligus kita dapat melihat dan mengikuti gerak dan jejak Yesus dari Nasaret, dan dengan demikian kita dapat sekaligus mengenal roman wajah Allah kita di surga! Seperti ditulis Yohanes dalam Injilnya, Filipus minta kepada Yesus: "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kamu"(Yoh 14:8). Yesus menjawab: "Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku? Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa; bagaimana engkau berkata: Tunjukkanlah Bapa itu kepada kami. Tidak percayakah engkau, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?"(Yoh 14:9-10).
Nah, dalam hal ini hanya iman kepercayaan agama kristiani adalah satu-satunya yang mengajarkan itu! Sungguh adalah intisari atau inti kepercayaan kita, bahwa Allah telah menjadi manusia! Dalam pribadi Yesus Kristus kita melihat dan menyakini titik temu antara Allah dan manusia. Dalam diri Yesus Kristus itulah kita dapat melihat dan menerima apa yang dianugerahkan Allah kepada umat manusia, namun sekaligus juga apa yang dapat kita sampaikan serta kita persembahkan kepada Allah.
Sungguh Percaya kepada Inkarnasi
05 Agar sungguh dapat percaya, bahwa 'Allah menjadi manusia', maka roh dalam hati kita harus yakin tanpa ragu untuk mengungkapkan pernyataan iman kepercayaan kita itu. Jikalau kita mau merayakan pesta Natal, maka sikap dasar batin kita harus selalu merupakan ungkapan kerendahan hati yang mendalam! Kita harus mengakui bahwa dengan kekuatan kita sendiri apapun, kita tidak dapat memahami hal-hal ilahi! Dibutuhkan pahala Allah, dan kita harus selalu memohonnya secara sungguh-sugguh, serius dan tekun. Tanpa kerendahan hati tidak ada pintu terbuka bagi Tuhan bagi kita! Bila kita tidak sungguh percaya, kita tinggal terkurung dalam kegelapan, dan kegelapan itu mendatangkan ketakutan dan kesedihan. Bila kita tidak percaya, kita kehilangan makna hidup kita yang sebenarnya, dan kita kehilangan harapan akan masa depan. Apa arti hidup kita sekarang, apabila tiada harapannya?
06 Apakah sebenarnya yang kita harapkan dengan merayakan pesta Natal? Sekadar memenuhi perasaan hati sementara, karena hati kita tersentuh oleh rasa belaskasihan akan kelahiran Sang Bayi Yesus di Betlehem? Apakah isi iman kita yang sebenarnya pada saat ini? Apakah kita pergi, berjalan dan datang berlutut di depan gua dan sungguh berkata: "Ya, sungguh, Allah menjadi manusia dalam diri Yesus Kristus"? Sebab memang itulah yang harus kita rayakan pada malam Natal. Hanya itu, bukan apapun lainnya! Tetapi percaya akan kenyataan, bahwa Allah menjadi manusia bukanlah sekadar datang, namun disertai rasa ragu-ragu dan angan-angan atau ilusi. Kedatangan kita ke gua pada pesta Natal adalah datang untuk memasuki kenyataan dunia ilahi. Maka pada peristiwa Natal, Allah memasuki dunia manusiawi kita, dan masuknya Allah ke dunia kita itu adalah kesempatan pula bagi kita untuk memasuki dunia Allah!
Bila tidak memiliki iman kepercayaan sepenuhnya akan inkarnasi, tidak akan ada damai sejati, tiada kegembiraan yang sebenarnya, maupun harapan yang sejati serta kehendak baik antar manusia yang nyata. Mungkin salah satu kesukaran atau masalah besar yang dihadapi dunia dan masyarakat modern dewasa ini, termasuk bagi umat kristiani, ialah karena kita hanya memiliki separo iman/kepercayaan dan separo keragu-raguan/ketidakpastian. Kita tidak sungguh percaya dan bersikap penuh keyakinan. Nah, dengan merayakan Natal, di mana kita menyambut kedatangan Allah yang menjadi manusia, kita harus mau mohon kepada Allah dengan rendah hati suatu kesungguhan iman kepercayaan kita yang benar-benar mendalam.
Pesta Natal Adalah Perayaan Kasih Allah
07 Bukan satu-satunya, namun seperti pesta-pesta besar lainnya pesta Natal pun adalah salah satu perayaan kasih Allah kepada kita! Memang kerapkali bagi kita lebih mudah memahami dan merasakan kasih kita kepada orang lain. Tetapi lebih sulitlah merasakan atau menduga kasih orang lain kepada diri kita sendiri. Bukankah memang demikian kasih manusia, apabila memang melulu manusiawi? Apalagi apabila kasih manusiawi dibandingkan dengan kasih ilahi. Allah begitu mengasihi dunia dan umat manusia, sehingga Ia mengutus Putera-Nya yang tunggal. Menurut kesaksian Kitab Suci fakta itu adalah nyata, meskipun merupakan suatu misteri! Kenyataan kebesaran kasih Allah itu begitu kaya dan nyaris bisa dipahami, kalau kita ingat bahwa Allah yang menjadi manusia itu bersedia menyerahkan hidup-Nya bagi kita! Memang tidak ada kasih seseorang lebih besar dari pada kasih orang yang mau mengorbankan nyawanya bagi sesamanya. Timbullah pertanyaan: kasih apa atau kasih manakahakan bersedia mati demi kepentingan orang-orang yang tak pantas, terutama musuh-musuhnya?
Jawaban kristiani berbunyi: Ciri khas atau kekhususan kasih kristiani ialah menyerahkan atau mengorbankan diri bagi orang lain, menyediakan diri total bagi sesama, mendahulukan kepentingan sesama dari pada kepentingannya sendiri. Nah dengan menjadi manusia lewat peristiwa Natal di Nasaret, Yesus Kristus Tuhan kita mulai menempuh jalan kasih sempurna serupa itu tanpa batas secara utuh sampai akhir! Secara itu Yesus menunjukkan dan menerangkan kepada kita siapa dan bagaimanakah Allah itu sebenarnya bagi kita, namun juga sekaligus apa arti hidup dan tugas panggilan kita di hadapan Allah sebagai jawaban kepada-Nya?
Yesus Penebus Umat Manusia - Jesus Redemptor Hominis
08 Dengan demikian kita makin sadar, bahwa Allah sungguh mengasihi kita dan mau mengembalikan pribadi kita menjadi serupa lagi dengan citra Allah sejati.
Itulah yang ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II dalam Ensikliknya 'Redemptor Hominis' (1979). Dalam tataran sejarah umat manusia, pewahyuan atau penampilan diri Allah dalam kasih dan belaskasihan-Nya telah terwujud di dunia ini dalam diri Yesus Kristus.
Penebusan kita, umat manusia, oleh Allah mulai dengan iman kita kepada Yesus Kristus, sebagaisungguh Allah dan sungguh manusia. Ia mulai dengan kelahiran-Nya di Betlehem, dan terus berlangsung selama hidup dan karya-Nya di Palestina, Tanah Suci. Dan berpuncak dengan kematian-Nya di salib di Kalvari. Akhirnya perjalanan ziarah-Nya terlaksana secara sempurna dalam kebang-kitan-Nya kembali di Yerusalem serta kenaikan-Nya ke surga. Sebagai jaminan abadi pelaksanaan karya penebusan-Nya, Yesus Kristus dari sisi Bapa-Nya menganugerahkan Roh Kudus dalam Pentakosta. Roh yang mendampingi segenap hidud dan karya Yesus Kristus selanjutnya mendampingi selalu Gereja, yang didirikan-Nya, yaitu kita semua. Pesta Natal harus selalu kita rayakan dalam rangka keseluruhan karya penebusan Yesus Kristus.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |