Makna Kata Amin
Yeremias Jena | 4 Nov 2017, 19:47
Kita sering mengucapkan kata 'amin' di akhir setiap doa yang kita panjatkan kepada Tuhan. Kata 'amin' juga kita ucapkan dengan lantang seusai mengucapkan doa Aku Percaya. Doa Salam Maria, Bapa Kami, dan banyak doa lainnya pun diakhiri dengan kata 'amin'.
Kata 'amin' dalam Bahasa Indonesia diserap dari Bahasa Arab dan diartikan sebagai 'terimalah', 'kabulkanlah', 'demikianlah', 'hendaknya'. Kata ini mengandung makna yang serumpun dengan Bahasa Arab, yakni Bahasa Ibrani, yang juga menggunakan kata yang sama dengan makna yang sama, yakni 'pasti', 'sungguh!', 'benar!', 'jadilah demikian!'. Kata 'amin' berjenis adverbial, menerangkan verba, yang dapat pula bermakna 'begitulah hendaknya' (bdk Yer 11:5). Kata Ibrani 'amin' berasal dari kata kerja 'aman', yang artinya 'percaya', 'memercayai'. Dari akar kata inilah terbentuk kata 'iman'. Itu berarti secara etimologi 'iman' adalah memercaya sesuatu dan aman pada sesuatu, tetapi juga sebuah sikap konfirmatif 'amen': benar, jadilah demikian, pasti, sungguh.
Kata kerja 'aman' dalam Bahasa Ibrani juga berarti 'untuk menjadi teguh, tetap, dapat dipercaya'. Ini yang kita tangkap dari Yesaya 65:16; kata itu diartikan sebagai 'setia', dan itu merujuk ke sifat Allah yang setia. Demikianlah, elohey amen diartikan sebagai 'Allah yang setia'.
Dalam Perjanjian Baru, kata 'amin' lebih memiliki konotasi kebenaran dan kesetiaan, dan sering juga diterjemahkan sebagai 'dengan sungguh-sungguh' (lih. Yoh 16:23). Dalam Wahyu 3:14, Tuhan Yesus sendiri disebut sebagai 'Sang Amin' (ho amen), dan itu memperlihatkan cara orang Kristen memaknakan kata 'amin'. Kata 'amin' juga diterjemahkan sebagai 'sesungguhnya' dan itu menegaskan atau mengkonfirmasi sesuatu yang hendak dikatakan (lih. Yoh 8:58, Mat. 11:11, Yoh. 3:3, Luk 23:43).
Sebagaimana yang sekarang kita pertahankan dalam praktik iman, kata 'amin' juga digunakan sebagai penutup doa (lih. Mz 41:13, 72:19, 89:52, 106:48, 1Taw 16:38). Rasul Paulus dalam 1Korintus 14:16 menegaskan betapa kata 'amen' merupakan kebiasaan jemaat Kristen untuk ikut mengatakan 'amin' di akhir sebuah doa. Bahkan para malaikat di surga pun mengucapkan kata 'amin' sebagai tanda persetujuan atas doa atau pernyataan iman yang khidmat yang kita panjatkan kepada Allah (Why 7:10-12).
Katekismus Gereja Katolik (KGK) menegaskan kebiasaan umat Kristen sebagaimana diekspresikan Rasul Paulus dalam Surat Pertama kepada Umat di Korintus (14:16). Bagi orang Kristen, mengucapkan 'amin' berarti menyetujui isi dari doa yang diucapkannya. Mengutip Santo Sirilus dari Yerusalem, KGK menegaskan, "Pada akhir doa kamu mengatakan 'Amin'. Dengan perkataan 'Amin', artinya 'Semoga terjadi', kamu mengesahkan isi doa yang diajarkan" (art. 2856).
Demikianlah, meskipun dipakai secara luas dalam praktik agama Yahudi dan kemudian juga Kristen dan Islam, kata 'amin' dalam tradisi Gereja Katolik (terutama merujuk ke KGK art. 1061-1065) menonjolkan tiga makna yang menggambarkan iman umat Kristen kepada Allah Bapa dan kepada Sang Putra. Pertama, mengucapkan 'amin' dalam doa-doa Kristiani menegaskan bahwa kita memercayai Allah, bahwa sama seperti Allah yang lebih dahulu setia, kita memperlihatkan kesetiaan, keteguhan, dan keandalan kita kepada Allah. Di akhir doa Aku Percaya, misalnya, kita dengan lantang mengatakan 'Amin'. Itu artinya kita sungguh-sungguh percaya pada kebenaran (truth) yang kita ucapkan dalam doa tersebut. Demikian pula doa-doa lainnya.
Kedua, mengucapkan kata 'amin' berarti mengakui 'Allah sebagai kebenaran' ('Allah amin'), yakni Allah yang senantiasa dan selalu setia pada janji-janji-Nya, yang karena kesetiaan itu, Dia telah menganugerahkan anak-Nya yang tunggal kepada kita, menebus doa kita dan memulihkan hubungan kita yang terputus karena dosa. Itulah sebabnya mengapa hanya Yesuslah yang disebut sebagai 'Amin' (Why 3:14). "Ia adalah Amin dari cinta Bapa yang definitif terhadap kita; Ia mengambil alih dan menyelesaikan Amin kita kepada Bapa" (KGK: 1065).
Ketiga, mengikuti Santo Yohanes Paulus II dalam Ecclesia de Eucharistia, mengucapkan kata 'Amin' itu sama dengan tanggapan Maria ketika menerima kabar dari Malaikat Gabriel bahwa ia akan menjadi Bunda Allah (Nr. 55). Dengan begitu, setiap kali mengucapkan kata 'amin', entah itu sesudah mengucapkan sebuah doa, entah itu menanggapi Sabda Allah, atau sewaktu menyambut Tubuh Tuhan pada waktu Komuni, sikap iman kita adalah sebuah penyerahan diri dan keterbukaan diri supaya Allah berkarya di dalam hidup kita. "Hidup keseharian Kristen lalu merupakan 'Amin' atas "Aku Percaya dari pengakuan iman Pembaptisan kita" (KGK: 1064).
Demikianlah, kata 'Amin' memiliki makna yang sangat mendalam, baik dari segi arti kata maupun dari segi biblis. Karena sering mengucapkan kata 'Amin' dalam praktik keimanan kita, mari kita selalu mengingat makna yang tersembunyi di balik kata itu. Itulah ekspresi keimanan dan penyerahan diri kita secara total kepada Allah, bahwa hanya Dialah yang kita percaya dan kita andalkan. Itulah juga ekspresi iman kita kepada Yesus sang Putra yang telah menyelesaikan seluruh Amin kita kepada Allah, dan dengan perantaraan Roh Kudus, mempertahankan ikatan iman kita kepada Bapa.
(Yeremias Jena)
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |