Tepuk Tangan
Priya | 26 Sep 2014, 18:35
MENJADI PENCETUS SUKA RIA
Umat katolik, tiap hari Minggu atau yang disamakannya, diajak bersuka cita merayakan Ekaristi. Wajib hukumnya menurut Lima Perintah Gereja. Umat katolik tidak seharusnya galau bila sering merayakan Ekaristi, sebab disitu kita bertemu, bahkan menyatu penuh suka cita dengan Tuhan Yesus dalam sakramen Ekaristi. Tentu ajakan suka cita-Nya perlu disambut dengan kerendahan hati seperti Bunda Maria dalam Magnificat, ikhlas, khusuk dalam keheningan. Bukan seperti ajakan saat merayakan 17 Agustusan, ayo bersuka ria, hura hura. Beda tipis memang, antara suka cita (bungah, mongkog) dengan suka ria (rame-sakgeleme), tanya romo deh kalau tidak percaya.
IBARAT SEBUAH KONSER
Sebuah pergelaran konser ada pemain dan ada penonton, yang mungkin jumlahnya hampir sama banyak. Dimana pemain harus konsentrasi dan fokus pada sang dirigent. Apabila permainannya sukses penonton terhibur, bersuka ria dengan bertepuk tangan. Sedangkan pemainnya bangga, suka cita tapi tidak bertepuk tangan. Pada perayaan Ekaristi (Misa), ada umat dan ada romo selebran (pemimpin Misa) bersama petugas lainnya. Seolah-olah umat adalah penonton, dan romo beserta petugasnya adalah pemainnya. Bukan!, perlu disadari bahwa umat bukan penonton, umat adalah bagian dari pelaku pada perayaan Ekaristi. Penontonnya sama sekali tidak ada. Oleh karena umat adalah juga pemain, maka umat harus konsentrasi dan fokus pada menyatunya umat kepada Yesus sesuai tuntunan sang romo selebran. Sangat tidak logis bila dalam Misa ada suara tepuk tangan, tanda suka ria bahwa umat mendapat hiburan religius. " Saat tepuk tangan membahana dalam liturgi karena suatu pencapaian manusia (koor, pidato yang bagus dll) merupakan pertanda yang jelas bahwa esensi liturgi telah hilang sama sekali dan tergantikan oleh suatu bentuk hiburan religius.." (Paus Benedictus XVI), tanya romo deh kalau tidak percaya.
TERJADI JUGA
Untunglah umat MBK sudah sangat faham, jika merayakan Misa tidak bertepuk tangan. Karena dulu pernah ditayangkan dan dibacakan oleh petugas, dilarang bertepuk tangan selama merayakan Ekaristi. Namun kadang terjadi misal, memperkenalkan romo baru, atau koor paroki sebelah beraksi untuk mencari dana, tentu disambut tepuk tangan seperti pada perayaan 17-an. Mari perhatikan, tepuk tangan ini terjadi karena ada seseorang mulai atau menjadi pencetus suka ria (mengajak bertepuk tangan):"plok plok" maka terjadilah sorak sorai. Andai semua umat MBK menyadari dan bertekad tidak menjadi pencetus suka ria (provokator tepuk tangan) saat Misa berlangsung, pasti Misa terlaksana dengan tertib, khidmat dan hening sampai selesai.Seharusnya tepuk tangan terjadi diluar upacara misa, yaitu sebelum ibadat Sabda, sampai dengan ibadat Ekaristi telah selesai. Gampangnya selesai kita bersama- sama khusuk bersyukur, menghormati dan menyatu dengan Tuhan, barulah kita boleh bertepuk tangan (applaus) kepada manusia. Ra ngandel?, tanyao romo deh kalau tidak percaya!".
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |