Belajar Merawat Bumi dari Petani Kendeng
22 Apr 2017, 22:55
Setiap 22 April, masyarakat global memeringati Hari Bumi Sedunia. Gereja sejak lama peduli pada masalah bumi sebagai bagian tak terpisahkan dari iman. Pada tanggal ini, Mgr. Ignatius Suharyo selaku Uskup Agung Keuskupan Agung Jakarta (KAJ) mengeluarkan surat gembala berjudul "Merawat Bumi, Menabur Damai Sejahtera." Intinya, Uskup Suharyo mengajak seluruh umat untuk peduli pada lingkungan hidupnya.
Terkait kepedulian pada masalah lingkungan, pantas kita belajar dari para petani Kendeng, Jawa Tengah yang sampai saat ini berjuang membebaskan lahan pertanian mereka dari dampak buruk keberadaan pabrik semen. Mereka jauh-jauh pergi ke Jakarta untuk menyemen kakinya di depan istana negara sebagai bentuk penyampaian aspirasi.
Dalam sebuah kesempatan, secara pribadi, Monsinyur Suharyo pernah menyempatkan diri bertandang di tenda para petani Kendeng di depan istana tersebut. Untuk apa Uskup Suharyo datang menyambangi mereka? Simak wawancara Sigit Kurniawan dari Warta Minggu dengan Uskup Agung Jakarta ini:
Apa makna makin adil dan makin beradab terhadap lingkungan hidup ini? Makin adil dan makin beradap terhadap lingkungan berarti menjalankan mandat yang diberikan oleh Sang Pencipta manusia: Allah menciptakan segala sesuatu baik adanya. Dan manusia diciptakan untuk "mengusahakan dan memelihara" segala ciptaan itu. Saya lampirkan Surat Gembala Hari Bumi 2017 yang saya tulis untuk dibacakan/dilihat sebagai pengganti homili pada tanggal 22 dan 23 April 2017 ini.
Dalam konteks perjuangan para petani Kendeng membela tanah/lingkungan mereka dari penambangan pabrik semen, apa pendapat Bapak Uskup?
Yang amat jelas dalam perjuangan mereka adalah kesadaran akan tanggung jawab merawat bumi. Bersama-sama dengan mereka ada sejumlah ahli yang membantu memberikan analisis ilmiah yang teliti mengenai situasi lingkungan yang mereka perjuangkan; ada sejumlah ahli hukum yang memberi bantuan pertanggungjawaban hukum untuk perjuangan mereka; ada dokter yang menjaga agar perjuangan mereka tidak terlalu merugikan kesehatan mereka; ada juga pribadi-pribadi yang menguatkan mereka dengan inspirasi iman sesuai dengan agama yang berbeda-beda.
Saya tahu ada yang dalam rangka perjuangan itu membaca Laudato Si' dari Paus Fransiskus. Ada sekian banyak wartawan yang meliput masalah ini dengan tulus demi kebaikan bersama jangka panjang. Yang istimewa adalah mereka berjuang tanpa kuatir kalau pun akhirnya kalah, dan tetap dalam prinsip tanpa kekerasan.
Kabar terakhir yang saya terima dari komunitas ini dan saya baca di koran, Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang diberikan oleh para pakar dalam bidangnya, memberikan rekomendasi yang mendukung perjuangan para petani ini.
Bapak Uskup pernah hadir nyata di tenda-tenda para petani Kendeng di depan istana negara. Apakah ini wujud dukungan Bapak Uskup?
Saya kenal dengan beberapa saudara dari komunitas petani Kendeng sudah sejak lama. Waktu saya mengunjungi mereka di tenda, tidak terpikir samasekali mengenai berpihak kepada perjuangan mereka. Pikiran saya sederhana: saya ingin mengunjungi mereka saja, dan menyampaikan bantuan tak berarti bagi perjuangan mereka. Saya mendukung perjuangan mereka dengan doa-doa saya semoga mereka tetap tulus dan bersih hatinya dan dalam keyakinan bahwa kalau perjuangan mereka benar dan sungguh bagi kebaikan bersama dalam jangka panjang, Tuhan akan memberikan yang terbaik.
Bagaimana soal keberpihakan Gereja kepada para petani atau mereka yang masih berjuang untuk hak-hak dan masa depan mereka, seperti para petani Kendeng ini? Apa saja yang kira-kira bisa diwujudkan oleh umat dalam konteks paroki?
Benar ada sekian banyak perjuangan yang masih harus dilakukan, karena masih ada dan terus akan ada keputusan-keputusan yang tidak berpihak pada kebaikan bersama. Kita semua tahu dari televisi, koran, majalah, radio, media sosial bahwa ada banyak perselingkuhan antara kekuasaan, dunia business dan bahkan tidak jarang masyarakat juga terlibat dalam perselingkuhan itu.
Gereja tidak berpretensi akan dapat menyelesaikan masalah-masalah itu. Tetapi sekurang-kurangnya dapat melakukan sesuatu. Yang dapat dilakukan adalah membentuk dan mengaktifkan Komisi Keadilan dan Perdamaian, membentuk tim advokasi di paroki-paroki, dan melakukan penyadaran dan pemberdayaan dalam bidang ini. Bidang advokasi ini dapat sekaligus menjadi medan dialog karya antarkomunitas, juga komunitas lintas iman.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |