Membela Mereka yang Disingkirkan
Helena D.Justicia | 15 Apr 2017, 23:22
Mama Udis dipungut dari salah satu got di pinggir Kota Ende. Hari itu, ada tujuh orang gila ditemui: lima lelaki, dua perempuan. Semuanya berusia dewasa, Bapak-Ibu. Mereka ditemui di emperan area pertokoan dekat Pantai Ende dan di beberapa jalan utama dalam kota serta di Pasar Wolowona.
Tulisan itu adalah petikan dari sebuah tulisan di blog Sentilan. Membaca tulisan-tulisan Rm.Avent Saur SVD di blog itu (www.aventsaur.wordpress.com) seperti membuka sebuah jendela yang mengarahkan mata pada pemandangan yang berbeda dari keseharian yang biasa kita saksikan. Blog itu penuh dengan berisi tulisan dan foto tentang persoalan sosial-kemanusiaan, yang luput dari perhatian.
Kebebasan yang Hilang, Kematian pun Menjelang
Sejak Oktober 2012, Provinsial Serikat Sabda Allah (Societas Verbi Divini, SVD) menugasi Rm. Avent ikut mengelola Flores Pos, surat kabar milik tarekat SVD. Blog Rm. Avent sendiri dimulai pada 2013. Selain berkarya dalam bidang jurnalistik, oleh Pastor Kepala Paroki Roworeke, Romo Heribertus Avelinus, Rm. Avent juga diminta untuk melayani umat di beberapa stasi dan lingkungan di parokinya. Pelayanan pastoral di paroki itulah yang mengantar Rm. Avent pada pengalaman-pengalaman baru.
Suatu hari, seusai misa, Rm. Avent diminta untuk memberikan Sakramen Tobat kepada seorang umat yang sakit. Tak disangka, umat itu ternyata mengalami gangguan jiwa dan dalam keadaan dipasung oleh keluarganya. Rm. Avent juga mendengar informasi dari warga setempat, bahwa sejumlah penduduk dengan gangguan jiwa telah wafat dalam keadaan terpasung. Mengetahui hal itu, Rm. Avent tak hanya memberikan Sakramen Tobat, namun juga memperjuangkan agar umat yang dipasung itu dibebaskan, bahkan mendapat perawatan medis.
Dalam sebuah tulisannya, Rm. Avent menegaskan sikapnya: penderitanya gangguan jiwa terlampau sepi perhatian baik dari tokoh adat/masyarakat maupun tokoh agama (Gereja) dan pemerintah, sebetulnya merupakan nasib nahas yang tidak boleh dibiarkan berlarut. Mereka nahas: tak berdaya, melarat, terasingkan. Yang terjadi, ketika mereka 'tertimpa tangga' nahas berikutnya (dipasung, dibakar) baru mereka ditolong, dan itu pun dengan berat hati dan bersusah payah. Sampai kapankah mereka menderita? Siapakah yang mengembalikan kesehatan jiwa mereka?
Kepedulian pada Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) ini mengeraskan tekad Rm. Avent untuk terus melayani mereka. Sejak 2014, pada hari-hari senggangnya, Rm. Avent menyusuri Ende untuk menjumpai ODGJ. Bersama sejumlah relawan yang kemudian tergabung dalam Kelompok Kasih Insanis (KKI), mereka melayani ODGJ: memandikan, mencukur rambut, memberi makan, membersihkan tempat tinggalnya. Bahkan jika memungkinkan, mereka membebaskan ODGJ dari pasungan, membawa ke RS atau panti rehabilitasi.
Keberadaan ODGJ diketahui dari laporan masyarakat. Dalam beberapa kesempatan, laporan itu bersifat mendesak karena ODGJ mengalami penganiayaan berat. Bahkan, pernah ada ODGJ yang dibakar hidup-hidup oleh penduduk.
Tuntut Tanggung Jawab Semua Pihak
Di Ende, puluhan orang gila berkeliaran tanpa arah. Belum termasuk orang gila yang berdiam di kampung-kampung atau di rumah mereka masing-masing. Belum terhitung juga orang gila yang terpasung. Dalam kerangka berpikir masyarakat, pemasungan dianggap sebagai praktik yang layak, wajar dan biasa. Sejumlah OGDJ telah dipasung hingga puluhan tahun lamanya.
Menurut Rm. Avent, masyarakat sudah telanjur memandang orang gila sebagai orang yang terbuang dan terpinggirkan baik secara sosial maupun secara religius (agama). "Pandangan kita tentang orang gila mesti diubah. Masyarakat sering mencela orang gila bahkan tidak memperhitungkan mereka sebagai manusia karena dianggap aneh. Padahal kelakuan mereka dipengaruhi oleh sakit yang perlu ditangani secara serius.
Karena itulah, Rm. Avent Saur yang lahir pada 27 Januari 1982 di Kampung Weto, Kecamatan Welak, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, tak hanya memberikan pelayanan bagi ODGJ, namun juga memperjuangkan jaminan sosial dari pemerintah untuk mereka. Pada 8 Juli 2014, UU Kesehatan Jiwa No. 18 telah disahkan DPR RI. "Undang-undang ini mesti segera ditindaklanjuti dengan membuat rancangan peraturan daerah," ujar romo yang menempuh studi filsafat dan teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
Perlindungan hukum juga diupayakan, agar ODGJ tidak menerima perlakuan sewenang-wenang. Akhir Maret lalu, KKI bahkan melakukan dengar pendapat dengan DPRD dan Pemerintah Kabupate Ende serta menyerahkan rekomendasi dengan judul 'Rekomendasi Advokasi Peduli Orang dengan Gangguan Jiwa'.
Kendati berbagai upaya telah dilakukan, masih panjang perjalanan yang perlu ditempuh agar ODGJ mendapat perhatian dan pelayanan selayaknya. "Pelbagai pihak, baik pemerintah, pemimpin agama, keluarga maupun masyarakat pada umumnya mesti tidak hanya sebatas prihatin terhadap orang gila, melainkan terutama mewujudkan keprihatinan itu dengan cara kita masing-masing. Gereja mesti mengadvokasi orang gila, dan pemerintah mesti menaruh tanggung jawab moral sosialnya terhadap rakyat hina," kata Rm. Avent.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |