Liturgi yang Memerdekakan, Mungkinkah?
Judith Wijaya | 15 Apr 2017, 23:13
Kita semua tentu kenal atau minimal pernah dengar kata liturgi setiap kali kita
menghadiri sebuah misa di gereja atau peribadatan tertentu. Namun, tak jarang, banyak
dari kita juga kurang paham apa itu sejatinya liturgi. Lalu, apakah kita juga bisa
membangun sebuah liturgi yang memerdekaan mengingat liturgi itu memiliki semacam
pakem yang tidak boleh sembarangan diubah oleh siapa pun.
Simak wawancara Judith Widjaya dari Warta Minggu dengan Romo H. Sridanto
Aribowo Nataantaka, Pr, Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Agung Jakarta.
Bagaimanakah liturgi yang bergerak itu?
Kata "liturgi" berasal dari bahasa Yunani leitourgia, terbentuk dari akar kata ergon yang
berarti "karya", dan leitos, yang merupakan kata sifat untuk kata benda laos yang berarti
bangsa. Awalnya liturgi adalah pelayanan umum di jemaat perdana, lalu bertumbuh
berkembang hingga sekarang.
Seiring perkembangannya itu, liturgi berarti perayaan, tapi semata-mata tidak hanya
ibadat saja melainkan diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam perayaan
Ekaristi, kita semua diutus. Apa yang sudah kita dapatkan benar-benar harus
diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari. Inilah yang namanya liturgi dan perlu
kita lanjutkan apa yang sudah kita dapatkan, tidak hanya berpaku di ritus saja. Seperti
di perayaan Ekaristi, kita mendapatkan sabda, komuni, dan sebagainya. Hendaknya
kita berbagi dan menjadi berkat bagi orang lain.
Apakah liturgi yang memerdekakan itu?
Liturgi yang memerdekakan bukan liturgi yang bebas, tidak ada aturan. Merdeka artinya
ada dua. Pertama, ada unsur tanggung jawab. Bisa menanggapi rahmat Tuhan dengan
sesuatu yang bisa dibagikan kepada sesama. Tidak hanya melulu mengasihi Tuhan
tapi juga mengasihi sesama. Kedua, relasi yang dalam dengan Tuhan karena pada
dasarnya liturgi mau mengedepankan relasi dengan Tuhan yang baik. Misal, datang ke
misa tidak terlambat. Maka merdeka berarti semakin dalam, semakin merdeka, semakin
berelasi dengan baik.
Apakah praktik liturgi di KAJ sudah memerdekakan?
Menurut saya, liturgi di KAJ belum merdeka. Saat saya keliling ke dekanat atau paroki,
pertanyaan pertama yang muncul adalah boleh atau tidak, dilarang atau tidak, halal
atau tidak. Ini pertanyaan yang mengandaikan tidak ada kemandirian maupun tidak
bertanggung jawab. Jadi, tidak ada keyakinan yang disepakati bersama. Beda dengan
orang yang merdeka, Romo sama memilih ini karena ini dengan pertanggungjawaban
seperti ini.
Apakah di paroki sudah menerapkan liturgi yang adil?
Di KAJ ada 66 paroki, ada gerejanya yang sudah lengkap dengan atribut dan segala
perlengkapannya, sehingga untuk melakukan liturgi perayaan ideal yang mudah bisa
dicapai sebagai sebuah perayaan. Di Tahun Kerahiman Allah, ada sepuluh gereja yang
masih berjuang, yang masih berdoa dengan tenda, yang belum terlihat, dan lain-lain
dengan kondisi yang tidak ideal. Ini yang kelihatan. Yang belum kelihatan masih banyak
lagi.
Pertanyaannya bukan lagi iya atau tidak, tapi berusaha mampu
mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan dengan communion (persekutuan).
Maka, kenapa lima tahun ke depan kita diharapkan bisa tercapai? Tentunya punya
target-target pencapaiannya. Misal, orang semakin rajin pergi ke gereja karena
liturginya menarik, liturginya mengundang masuk ke dalam suasana khidmat,
bermatabat, khusuk, sederhana, juga sekaligus menarik, umat berlomba datang ke
sana karena ada sesuatu yang menarik.
Sementara, para pelaku liturginya juga semakin memperbaiki diri. Misalnya, ditambahi
sisi spiritualitasnya, penampilannya, kesempatannya. Misal, seorang lektor bukan
hanya membaca saja atau mengandaikan hubungan dekat dengan romonya. Tapi,
perlu persiapan, memiliki prosedurnya, atau ada sistem keanggotaan.
Seorang yang tidak dilantik tentu tidak bisa ada dalam daftar keanggotaan tersebut.
Maka pelayan liturgi yang benar adalah direkrut, dipilih, dibekali dengan beberapa
pertemuan sehingga paham apa yang dibawa, dibaca, apa yang akan disampaikan, lalu
dilantik, dan akkhirnya diutus.
Apakah kaum muda sudah memahami liturgi yang benar?
Ada yang paham arti liturgi. Saking pahamnya maka getol sekali, tapi mungkin
persentasenya belum banyak. Sayangnya belum ada survei soal ini. Salah satu
solusinya sesuai Arah Dasar KAJ adalah katekese liturgi untuk orang muda. Misal,
Komisi Liturgi bekerjasama dengan Komisi Kepemudaan membuat panduan Ekaristi
Kaum Muda (EKM). Orang muda masih bertanya-tanya, apa yang bisa diubah secara
kreatif dan mana yang tidak bisa diubah. Hal ini perlu katekese.
Ada contoh lainnya?
Contoh lain, bekerjasama dengan Komisi Keluarga. Katekese liturgi ini ditujukan untuk
pasangan.Diharapkan pasangan datang berdua sejak awal, karena sederajat dan
sama-sama ciptaan Allah. Gambaran liturgisnya bahwa tidak ada yang dibedakan,
semua sederajat, sama rata baik sebagai perempuan maupun laki-laki. Tak jarang,
yang getol "berkatekese" di zaman sekarang adalah televise, film, maupun media
sosial.
Bagaimana wujud nyata liturgi yang merdeka dan bertanggung jawab?
Intinya kita semakin dimanusiakan seluruh umat Allah dan seluruh pelaku-pelaku liturgi.
Semakin mampu menjadi gembala yang murah yang hati, teladan, contoh, tapi juga
sekaligus menjadi manusiawi ekaristis yang peduli sesama.
Apa contoh liturgi yang adil dan beradab?
Setelah misa ekaristi, orang keluar parkir langsung bunyikan klakson. Padahal sesama
umat beriman dan baru saja selesai misa. Apa susahnya untuk bersabar sebentar.
Berarti liturginya masih gagal - belum memanusiakan setelah dia berliturgi.
Ke gereja bertemu Tuhan dengan pakaian terbuka, rok mini, dan lainnya, lalu semua
mata memandang orang tersebut. Apakah ini memanusiakan? Kalau peduli sesama,
tidak menjadi bahan perhatian, seharusnya memakai pakaian pantas, layak, sopan, dan
tidak menjadi perhatian banyak orang serta mengganggu kenyamanan orang lain.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |