Ketika Pengalaman Akan Allah Mengatasi Pemahaman
Helena D Justisia | 13 Jun 2014, 14:47
Banyak cara digunakan orang untuk menjelaskan tentang Tritunggal Mahakudus. Ada yang mengasosiasikannya dengan kopi hangat: terdiri dari air, kopi dan gula. Ketika air, kopi dan gula itu dicampur, jadilah satu minuman yang enak untuk dinikmati. Ada juga yang menyamakan Tritunggal Mahakudus seperti telur: ada kulitnya, ada putih dan ada kuning telurnya. Ada pula orang yang berusaha mengasosiasikan Tritunggal Mahakudus dengan matahari; matahari itu ada nyalanya, ada panasnya dan ada sinarnya. Lain lagi orang yang menggunakan air sebagai contoh; air adalah air meskipun ia berupa cairan, padat sebagai es atau menjadi gas.
Apapun contoh-contoh yang kita gunakan untuk menjelaskan Tritunggal Mahakudus, selalu ada ketidaksempurnaan di dalamnya. Malahan, bisa jadi, contoh-contoh itu justru akan menimbulkan perdebatan dan polemik tersendiri. Mengapa demikian? Barangkali karena pemahaman kita yang tak sempurna tentang Allah. Barangkali juga, hal yang kita coba mengerti itu adalah suatu misteri, yang melampaui kemampuan kita untuk memahami.
Merenungkan Tritunggal Mahakudus, sejatinya adalah mengenangkan sejarah karya penyelamatan Allah bagi manusia. Allah Sang Pencipta, yang kita sebut sebagai Bapa, adalah Dia yang memulai segala sesuatu. Kendati begitu besar cinta-Nya kepada manusia, manusia justru berpaling dari-Nya dan terjerat dalam dosa.
Pengkhianatan manusia terhadap cinta Allah itu berlangsung terus-menerus. Karena cinta yang begitu besar, Allah tak ingin manusia binasa oleh dosa. Allah pun mewujud manusia, yang kita kenal sebagai Yesus, Putera Bapa, untuk hadir di tengah manusia dan membawa mereka kembali kepada Allah. Namun apa yang dilakukan manusia? Yesus justru disalibkan hingga wafat.
Allah tak menyerah begitu saja. Cinta-Nya menyala-nyala; karya keselamatan-Nya pun belum berakhir. Allah lantas menganugerahkan daya kekuatan-Nya sendiri kepada manusia, yang kita sebut dengan Roh Kudus. Roh Kudus inilah yang akan terus memampukan manusia menziarahi hidup dalam terang iman dan kerinduan akan Allah.
Perenungan akan Tritunggal Mahakudus mungkin tak juga membuat kita mengerti. Barangkali, Allah bukanlah sekadar teori yang dihapalkan anak sekolah, melainkan juga perlu dialami dalam hidup sehari-hari. Marilah kita kembali kepada hidup kita sendiri; mengalami Allah Bapa sebagai perencana kehidupan ini, mengalami Allah Putera sebagai inspirasi hidup beriman, dan mengalami Roh Kudus sebagai kekuatan dalam hidup. Berusaha setia dalam pergulatan ini, kita masih boleh berharap: pada suatu waktu nanti, kita akan mengerti.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |