Seruan Gereja untuk Tidak Korupsi
Sigit Kurniawan | 11 Jun 2017, 04:37
"Saya berikan peringatan kepada para dermawan gereja yang memberikan persembahan kepada Gereja yang dihasilkan dari jerih payah orang-orang yang teraniaya, diperbudak dan pekerja dengan bayaran yang sangat rendah. Saya katakan kepada mereka: 'Silakan, ambil kembali uang Anda dan bakar'. Jemaat Tuhan, gereja, tidak membutuhkan uang kotor."
(Paus Fransiskus)
Korupsi di negeri yang berlandaskan Pancasila saat ini sudah pada taraf yang memprihatinkan. Tindakan ini tidak hanya dilalukan secara perorangan tapi juga bersama-sama alias berjamaah. Lihat saja berita akhir-akhir ini yang menyebutkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan daftar tersangka korupsi yang banyak melibatkan pejabat publik.
Tak hanya itu, di tingkat akar rumput, mentalitas koruptif ini juga mewabah secara masif. Korupsi juga terjadi di lingkungan sekolah, perkantoran, jalanan, bahkan tempat ibadah seperti gereja. Dalam konteks keprihatinan yang mendalam inilah, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) merilis seruan untuk mengakhiri praktik korupsi melalui Pastoral 2017 bertajuk "Mencegah dan Memberantas Korupsi."
KWI menegaskan, korupsi telah merusak semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Akar-akarnya seakan-akan sudah meruyak ke segala lapisan masyarakat bagaikan sel-sel kanker yang merusak dan membunuh seluruh jaringan tubuh manusia. Maka, Gereja Katolik Indonesia sebagai bagian dari bangsa ini ingin melibatkan diri dalam kecemasan dan harapan bangsa, yakni masalah korupsi.
Gereja Katolik Indonesia meyakini bahwa korupsi adalah kejahatan yang merusak martabat manusia serta sulit diberantas karena sudah sedemikian mengguritanya. Gereja harus punya daya ubah. Dan, ini bisa dimulai dari dua sisi, yakni sisi pribadi (per orangan) maupun sisi bersama (gerakan bersama). Dari sisi pribadi, perlu ditumbuhkan kepekaan dan kepedulian individu pada masalah korupsi. Harusnya, individu merasa malu dan risih terhadap hati nuraninya bila melakukan korupsi. Sementara, secara bersama, perlu dibangun gerakan bersama untuk membuat sistem operasional yang transparan, akuntabel, dan kredibel.
Nota Pastoral ini selesai disusun dan diluncurkan pada malam peringatan hari lahirnya Pancasila tahun ini. Seruan pastoral ini terbagi menjadi empat bagian besar, yakno korupsi sebagai kejahatan sosial, warta Kitab Suci tentang korupsi, ajaan Gereja tentang korupsi, dan tindakan pastoral.
Mengutip, Transparansi Internasional dan UU no. 31/1999 serta UU no. 20/1001, KWI mengatakan, orang melakukan korupsi karena tiga faktor, yakni adanya kebutuhan, sistem yang membuka peluang korupsi, dan keserakahan.
Terkait ajaran Gereja, KWI menyitir penegasan Paus Fransiskus bahwa seorang Kristen yang terlibat korupsi bukanlah orang Kristiani (Khotbah misa harian di Domus Sanctae Marthae, 11 Nov 2013). Selanjutnya, Paus Fransiskus dalam bulla Misericordiae Vultus no 19 dengan jelas dan tegas mengajak mereka yang terlibat korupsi untuk memohon pengampunan Allah karena korupsi sudah merusak rencana mereka yang lemah dan bertindak semena-mena terhadap mereka yang termiskin di antara kaum miskin.
Tindakan Nyata
Nota Pastoral ini menawarkan langkah-langkah konkret untuk mencegah dan memberantas praktik korupsi ini. Hal ini bisa dimulai dari lingkungan pendidikan seperti sekolah. Anak-anak dididik menjadi pribadi yang berintegritas dan jujur yang bisa dimulai dengan tidak mencontek. Pendidikan karakter menjadi penting.
Di lingkungan tempat kerja, setiap pekerja diharapkan ikut aktif mencegah dan memberantas korupsi. Caranya dengan membangun komitmen pribadi maupun bersama dan bekerja dengan penuh dedikasi. Tidak menyalahgunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Pemilik perusahaan tidak memotong hak bagi karyawannya. Berani memberi sanksi tegas kepada mereka yang melakukan korupsi dan memberi apresiasi kepada mereka yang bekerja dengan baik dan benar.
Di keluarga, orangtua dipanggil untuk menanamkan nilai-nilai luhur kepada anak-anak. Karena anak-anak membutuhkan keteladanan, orangtua hendaknya memberi teladan kejujuran di depan mereka. Orangtua mengajari anak-anak untuk tidak hidup konsumtif.
Di lingkungan Gereja, perlu dipupuk sikap bertanggung jawab pada aset dan harta benda Gereja. Semua umat diajak untuk peduli pada tata kelola milik Gereja dan menerapkan profesionalitas dalam pengelolaan aset Gereja. Gereja dipanggil untuk mengembangkan budaya hidup alternatif yang menjadi tandingan dari budaya koruptif.
Demikian sekilas gagasan dari seruan pastoral KWI tahun ini. Tentu saja, gagasan ini masih perlu digodok dan diterjemahkan ke dalam hal-hal yang sifatnya praktis. Kita mulai dari paroki kita.
Sudah dan siapkan kita untuk tidak korupsi?
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |