Refleksi Teologi-Liturgis Perayaan Paskah
Anton Sardjo | 8 Apr 2017, 10:03
Selasa (28/3) bertepatan dengan Hari Raya Nyepi, Seksi Katekese Dekenat Jakarta Barat 2 menyelenggarakan sarasehan di Aula Paroki Grogol - St. Kristoforus Grogol. Narasumber adalah Rm. Robert Pius Manik O.Carm, dosen Liturgi di STFT Malang dan RD H. Sridanto Aribowo Nataantaka, Ketua Komisi Liturgi Keuskupan Agung Jakarta.
Paskah menurut Perjanjian Lama (Kel 12:1-14)
Kitab Suci ditulis bukan untuk menyajikan sebuah laporan sejarah suatu bangsa (Israel) atau pribadi seseorang (tokoh Kitab Suci, nabi, Yesus, para Rasul, dll). Kitab Suci ditulis sebagai sebuah refleksi iman akan karya keselamatan Tuhan. Kitab Suci adalah buku iman, bukan buku sejarah.
Kel 12:1-14 lebih kental dengan cerita tentang aturan-aturan ritus untuk merayakan paskah daripada cerita tentang bagaimana bangsa Israel akan bebas dari perbudakan Mesir. Para Ahli Kitab Suci yakin bahwa kisah ini bukanlah kisah satu generasi Israel yang sedang diperbudak dan hendak dibebaskan Tuhan dari perbudakan. Tradisi inilah yang mereka refleksikan dalam terang iman, dan mereka meyakini bahwa setiap generasi Israel mempunyai pengalaman bahwa Allah menyelamatkan mereka. Dalam hal ini, merayakan Paskah bagi setiap bangsa Israel sangat penting dan hukumnya wajib. Merayakan Paskah bagi bangsa Israel berarti mau menerima dan mengalami keselamatan dari Allah. Merayakan Paskah adalah merayakan keselamatan itu sendiri, dan bahkan perayaan Paskah itu adalah bagian dari keselamatan itu sendiri.
Keluaran 12:2-14 sebagai manual atau rubrik tata perayaan liturgi. Perayaan Paskah Yahudi adalah perayaan keluarga (domestic celebration); bapak keluarga berperan sebagai imam dan masing-masing anggota keluarga akan sangat merasakan disapa oleh perayaan itu sendiri. Butuh waktu (sekitar 2 minggu) persiapan. Persiapan untuk merayakan suatu perayaan besar adalah sangat penting. Mempersiapkan diri untuk merayakan liturgi adalah salah satu ungkapan rasa hormat kepada perayaan itu dan kepada orang-orang yang terlibat di dalamnya.
Perayaan Liturgi Perjamuan dalam Perjanjian Baru
Seperti halnya Perjanjian Lama, Kitab Suci Perjanjian Baru juga bukan buku laporan sejarah masa lampau melainkan buku yang memuat refleksi iman Gereja akan keselamatan yang dibawa oleh Yesus.
Perjanjian Baru ditulis dalam konteks Gereja Perdana dan para penulisnya sudah lebih dahulu memiliki kesimpulan yang tegas akan imannya, yaitu: Yesus sungguh sudah bangkit dan Dia adalah Kristus Tuhan. Dengan kata lain, Perjanjian Baru itu ditulis dalam konteks dan bingkai iman dan paskah, yaitu: Yesus Kristus yang bangkit adalah Tuhan.
Penulis Injil Matius meletakkan konteks Perjamuan Malam Terahir Yesus dalam konteks perjamuan Paskah Yahudi; adalah perayaan adat bangsa Yahudi (cultic celebration) di mana antara adat dan iman adalah satu kesatuan. Aspek liturgi yang penting yang disampaikan oleh Injil Matius di sini adalah bahasa tubuh (ritual gestures): mengambil roti, mengucap berkat, memecah-mecahkannya lalu memberikannya kepada murid-murid-Nya. Menurut tradisi komunitas Mateus, semua acara perjamuan makan bersama Yesus dengan murid-muridnya dan kisah-kisah perjamuan makan dalam Injil Mateus selalu identik dengan pengampunan dosa. Dengan kata lain, liturgi juga berfungsi untuk pemulihan relasi kita dengan Tuhan. Merayakan liturgi identik dengan pertobatan.
Dengan kata lain, liturgi, khususnya perayaan Ekaristi adalah bagian yang sangat penting bagi setiap orang beriman bila ingin menjadi pengikut Kristus. Orang yang tidak mau terlibat dalam Ekaristi bukanlah murid yang sejati. Bila ingin menjadi pengikut Kristus atau murid Yesus, harus ikut ambil bagian dalam liturgi khususnya Ekaristi.
Refleksi Teologi dan Kesimpulan
Perayaan Paskah, baik itu menurut Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, bukan perayaan tentang karya keselamatan satu generasi orang beriman saja melainkan semua orang sepanjang masa.
Kita merayakan liturgi Paskah untuk mengalami sendiri karya keselamatan itu hadir nyata sekarang ini. Karena keselamatan Paskah berkaitan langsung dengan kehidupan nyata kita, perayaannya pun tidak melulu soal ritual di altar melainkan juga menyentuh persoalan-persoalan konkret sehari-hari. Liturgi bukan hanya sekadar 'drama' di dalam gereja, tetapi soal kehidupan nyata di tengah masyarakat.
Kita merayakan Paskah bukan untuk mempertahankan cerita-cerita nostalgia masa lalu tentang hidup Yesus. Maka perayaan liturgi khususnya Paskah yang kita rayakan sekarang adalah perayaan masa kini yang terarah kepada kehidupan kekal, bukan perayaan masa lampau dan bukan untuk kepentingan masa lampau.
Liturgi Paskah itu sangat luas dan tidak terbatas pada ritual di sekitar altar, karena Paskah adalah soal kehidupan konkret, bukan sekadar terminologi teologis atau konsep teologis. Ini soal kehidupan sehari-hari. Perayaan Paskah adalah perayaan kehadiran keselamatan Kristus di sini dan sekarang ini.
Lihat Juga:
Renungan Harian
Minggu, 3 Maret 2024
Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...
Jadwal Misa Rutin
Sabtu | Pukul 16:30 |
Pukul 19:00 | |
Minggu | Pukul 06:30 |
Pukul 09:00 | |
Pukul 11:30 | |
Pukul 16:30 | |
Pukul 19:00 |