Moral

  23 Sep 2013, 13:20

Pemerintah Belanda melalui dubesnya di Jakarta, Tjeerd de Zwaan pekan lalu resmi minta maaf kepada keluarga korban kekejaman tentara Belanda di bawah Kapten Raymond PP Westerling. Komandan DST Depot Speciale Troopen pasukan khusus Belanda itu membunuh secara membabi buta 238 orang penduduk di Makassar 28 Januari 1947. Dilanjutkan tiga bulan kemudian pasukannya masuk desa keluar desa sambil membunuh manusia yang dicurigai pejuang kemerdekaan Indonesia. Total korban yang diklaim Pemerintah RI 40.000 jiwa. Belum ditambah kekejamannya di Bandung 23 Januari 1950 yang menembaki tentara Indonesia yang ditemui di jalan-jalan raya Bandung. Westerling dijuluki " Jagal manusia abad 20" setara dengan kekejaman Nazi Jerman dalam Perang Dunia II.

Belanda tahun 2010 juga resmi minta maaf atas kekejaman yang sama di Rawagede, Krawang, Jabar. Pasukan Mayor Alphons Wijnen itu kalap membunuh 238 rakyat Rawagede 9 Desember 1947 Karena usaha mencari pejuang Lukas Kustaryo di daerah itu gagal. Selain minta maaf, pemerintah Belanda juga mengganti kompensasi kepada tiap keluarga korban uang sebesar Euro 200.000 (Rp 245 juta). Demikian juga nanti dengan korban Westerling. Semua usaha ini menunjukkan tanggung jawab moral Belanda atas tindakan masa lalu. Dan eloknya adalah bahwa tuntutan minta maaf itu justru dari dalam negeri Belanda sendiri. Plus dukungan Parlemen serta Mahkamah Agungnya. Ini bisa terjadi karena Negara itu menganut tradisi kebebasan akademis, di mana kejahatan masa lalu bisa dibuktikan melalui riset. Sementara tercatat 140 buah kejadian kejahatan Belanda di Indonesia.

Coba bandingkan dengan Indonesia dan kebetulan menjelang 30 September, di mana pasca 30/9/65 terjadi genocida terhadap bangsa sendiri. Ditambah penghilangan hak-hak sipil keturunannya yang tak tahu menahu dosa moyangnya. Jangankan usaha minta maaf pemerintah, usaha rekonsiliasi saja mendapat tantangan besar dari bangsanya sendiri. Sementara ini, usaha ini baru dalam wujud membuat buku, dan umat Katolik ikut bangga karena banyak komponen Katolik ikut terlibat dalam perjuangan kemanusiaan ini. A.l. Romo T. Bhaskara Wardaya SJ dengan bukunya Truth Will Out,Suara Dibalik Prahara sebuah narasi tragedi 65. Moral tak lekang dimakan zaman.(ED)

Lihat Juga:

Editorial (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi