Karma

  12 Jul 2013, 17:59

28 Juni 2013 lalu merupakan hari membahagiakan bagi keluarga besar Penulis. Di ruang sidang Pasca Sarjana FE-UI Depok, keluarga menyaksikan keponakan mempertahankan desertasinya untuk meraih gelar doktor ekonomi bidang akuntansi. Rinaningsih menjadi doktor ke-22 di almamaternya. Ia disebut oleh promotornya Prof.DR.Akhmad Syakhrosa Ph.D sebagai doktor yang santai, sabar, tekun, dan cerdas.Ada dua hal yang tercatat di balik momen itu. Pertama, penulis terkenang akan almarhum ayah yang berasal dari keluarga "darah biru" the haves yang berani memutuskan membangun keluarga dengan almarhum ibunya, yang notabene berasal dari keluarga paria. Keluarga sang ayah menentang keras. "Apa jadinya nanti anak-anakmu?" tentang keluarga. Mereka berpandangan bahwa "darah terhormat" terkontaminasi "darah kotor" tak akan menghasilkan bibit unggul. Waktu itu ayah hanya menjawab "Aku nggak nggege mongso kehendak Tuhan saja ayo kita saksikan" Provendetia Dei!

Dalam masyarakat Jawa, dipercaya adanya karma. Karma baik akan membuahkan hasil baik yang nantinya bisa dipetik anak cucu. Ternyata benar, ayah mendorong anak-anaknya untuk maju melalui pendidikan. Dan berbuah karma yang baik. Anak turunnya menjawab tantangan keluarga, hampir semua anak, cucu, buyut-buyut menyabet gelar sar­jana dari berbagai disiplin ilmu. Dari ibu yang berasal dari dunia paria, banyak mengajarkan tentang perikemanusiaan yang berhubunganerat dengan pembentukan karakter. Hal kedua yang diingat Penulis adalah kata-kata Prof. Syakhrosa. "Menghadapi dunia sekarangharus santai,sabar, tekun dan cerdas.

Hal ini mengingatkan kita untuk menga­gungkan Allah dengan ibadah, tetapi tidak lupa kemanusiaan yang adil dan beradab yang nyata dalam tataran hidup bermasyara­kat. Toleransi dalam beragama merupakan ibadah yang tak kalah pentingnya dari ibadah puasa.(ED)

Lihat Juga:

• Warta Minggu Digital (PDF)

Editorial (WM) Lainnya...  Kembali