Budaya

  11 Feb 2011, 22:17

Romo Heri, pastor kepala paroki Tomang Gereja MBK mengatakan dalam menggereja tak bisa lepas persinggungan antara budaya dan dialog serta kepedulian terhadap kaum papa. Diutarakan ketika kunjungan pastoral di lingkungan St. Thomas 1 Wilayah I. Ini mengingatkan kita bahwa umat MBK ini misalnya terdiri atas bermacam etnis yang masing-masing tentu mempunyai budaya. Ingatan paling dekat adalah kita baru saja merayakan Tahun Baru Imlek, yang tentu lekat dengan etnis Tionghoa. Kita ingat pula ketika edisi khusus WM Pesta Nama Paroki kita, sampul WM mengambil gambar Bunda Maria versi Cina. Ketika itu, ada protes mengapa dipilih Bunda Maria seperti Dewi Kwan Im? Sementara gambar-gambar Bunda Maria yang lain banyak sekali.

Banyak yang belum tahu bagaimana agama Katolik itu dibawa. Di sini Romo Heri mengingatkan lagi, Katolik masuk Amerika melalui politik, di Eropa membaur dengan falsafah Yunani dan di Asia dengan ciri khas Asia yaitu dengan mendongeng. Artinya Katolik tidak datang dari langit, kemudian atas perintah Yesus semua lalu memeluk Yesus. Semuanya melalui proses dan perjuangan, dan di mana saja pasti bersinggungan dengan budaya. Contoh penulis, budaya Jawa amat melekat, ketika berdoa di Gereja Ganjuran, Bantul, menghadap Yesus yang digambarkan sebagai Prabu Brawijaya di dalam bangunan sebuah candi Kok, kayanya amat meresap di kalbu.

Budaya dan seni seperti sisi mata uang. Kekatolikan penulis, begitu juga dengan umat yang berasal dari Jawa tak bisa dipisahkan dengan warisan leluhur. Yesus ala Brawijaya bukan menyederajatkan Brawijaya sama dengan Yesus, tetapi sebuah seni interpretatif yang sudah diterima ribuan bahkan jutaan umat Katolik. Maka jangan heran misa dalam bahasa Jawa tetap dilestarikan di gereja-gereja Katolik di Jawa Tengah. Demikian juga di daerah lain. Pendek kata, Agama jika memisahkan diri dari budaya, bukan sebagai pembawa keselamatan, tetapi malah jadi racun masyarakat.

Orang-orang radikal (bukan radikal agamanya) kini terlihat nyata berseliweran kemana-mana membawa agamanya menurut kebenaran versinya sendiri. Yang di otaknya sudah tertanam bahwa di luar agama versinya itu, dicap sebagai kafir. Tidak ada itu cerita misalnya Sunan Kalijaga menyebar agama melalui budaya gamelan. Yang ada bahwa agama disebar dengan pedang di tangan. Namun bagi mereka yang moderat, agama perlu demokrasi, di mana nilai-nilai luhur agama yang bersifat metahistoris harus dikontekstualisasikan ke dalam kehidupan nyata. Bukan dikembangkan menjadi kebenaran empiris yang menjerat.

Bangsa yang berbudaya adalah bangsa yang beradab.

(ED)

Lihat Juga:

Editorial (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi