Pahlawan

  7 Nov 2013, 13:41

Memperingati Hari Pahlawan 10 November dalam era digital pastilah persepsi tentang kepahlawanan sudah bergeser. Generasi sekarang tak ingin dan tak nafsu lagi mendengar cerita-cerita tentang kepahlawanan. Kata mereka, "Cerita-cerita jadoel yang layak dijadikan buku, layak terbit tapi tak layak baca." Ada benarnya juga, karena sekarang ini buku tentang kepahlawanan yang ditulis persona-persona yang merasa dirinya "pahlawan" lagi menjamur. Lihat saja di gerai toko-toko buku Gramedia. Hampir semua buku biografi "roh"nya, Narcis! Memuja diri sendiri. Bagi yang berminat membangun perpustakaan narsis, silakan mengoleksinya.

Kepahlawanan senantiasa berkait dengan karakter serta cara berpikir, bereaksi, dan bertindak sebuah bangsa. Di sisi lain, kepah-lawanan sesungguhnya terus bertumbuh dan beragam nilai dan bentuknya. Sekaligus mengalami transformasi terus menerus sesuai ruang dan waktu. Maka jangan heran, kepahlawanan juga menyangkut transformasi bahasa tubuh. Contoh dengan presiden kita pada periode pemerintahan pertama, digan-drungi ibu-ibu (termasuk isteri penulis). Gagah, bahasa yang muncul tertata bak pahlawan baru. Namun ketika masyarakat merin dukan kerja nyata dan politik pelayanan. Bisa ditebak masyarakat akan mencari sosok tubuh yang berbeda. Yakni tubuh dan wajah yang merakyat. Bahkan patut dikasihani seperti Djoko Wi. Masyarakat memang kejam?

Sebab itu ditengah amburadulnya zaman ini, tingginya inflasi pemimpin busuk dan produk budaya popular, kita merindukan sosok kepahlawanan. Lalu sederetan pertanyaan muncul. Apakah kita sudah kehilangan karakter berbangsa dengan nilai keutamaan? Tidak ada lagi rela berkorban? Kehilangan ikatan berbangsa dan bernegara? Atau lebih parah lagi kehilangan kebanggaan menjadi orang Indonesia? Seperti kata pengamat politik Eep Syaifullah Fatah "Saya malu menjadi bangsa Indonesia!"

Kita umat Katolik Indonesia harus mengaku "Saya bangsa Indonesia 100 prosen dan umat Katolik 100 prosen" Seribu persen bahkan 2000 prosen harus tertanam di dalam sanubari. Tak usah mikirin Bunda Putri. Sebab kita sudah punya Bunda Maria. (ED)

Lihat Juga:

Editorial (WM) Lainnya...  Kembali

Renungan Harian

Minggu, 3 Maret 2024

Hari Minggu Prapaskah III Wanita Samaria itu datang untuk percaya akan Yesus, yang menempatkan dia di hadapan kita sebagai lambang --- St. Agustinus...

Selengkapnya

Jadwal Misa Rutin

Sabtu Pukul 16:30
  Pukul 19:00
 
Minggu Pukul 06:30
  Pukul 09:00
  Pukul 11:30
  Pukul 16:30
  Pukul 19:00

Selengkapnya

Kalender Liturgi