Tawuran

  5 Oct 2012, 23:59

Beberapa hari terakhir ini para orang tua yang mempunyai putra putri murid SMP/SMU begitu gelisah dan penuh kekhawatiran. "Setiap menit" dichek posisi dan keberadaannya? Semua itu akibat tewasnya Alawy Yusianto Putra (15) pelajar SMA 6 Kebayoran dan Deni Yanuar dari SMA Yayasan Karya 66 secara mengenaskan tersabet benda tajam dalam tawuran.

Kebetulan kasus Deni persis seperti tema pertemuan keempat Bulinas "Yesus menghidupkan kembali anak muda di Nain" Anak seorang janda persis kasus Deni. Anak laki-laki adalah tiang rumah tangga keluarga. Betapa duka dan derita ibu Deni kehilangan putra tunggalnya. Iklim tawuran pelajar khususnya di Ibu Kota ibarat ritual pengorbanan Belum habis tahun 2012 sudah menewaskan 13 pelajar. Belum lagi tawuran antar warga yang juga marak di mana-mana. Sesungguhnya apa yang terjadi di negeri ini? Khususnya dua peristiwa terakhir di Jakarta, pembunuh Deni menyatakan puas membunuh ketika ditanya Mendiknas Muhamad Nuh, hingga sang menteri heran. Sementara pembunuh Alawy menyatakan melampiaskan dendam lama.

Adajuga pelajar yang berkomentar bahwa tawuran untuk gagah-gagahan terutama untuk mengundang kagum para cewe? dan yang paling gila sebagai "pencarian identitas diri"? Karena biasanya hukuman yang dijatuhkan bagi pelaku amat ringan dengan alasan pedagogik- mendidik. Memang kita tidak bisa membandingkan dengan "zaman dulu" sewaktu remaja penulis, jika kita mempunyai seteru maka kita diadu satu persatu. Ksatria! Tidak kroyokan.

Gilanya lagi, jika ada peristiwa tawuran semua orang ikut ngomong. Maka tak heran jika muncul rumor, struktur fisik orang Indonesia itu sangat kuat di tulang rahang. Alias pinter ngomong doang. Lihat saja jika ada sesuatu kejadian semua ngomong di TV. Mending kalau bisa bikin cerdas orang, malah bikin bingung. Sebingung generasi muda, yang dari pada bingung-bingung lebih baik tawuran saja. Kongkrit! (ED)

Lihat Juga:

• Warta Minggu Digital (PDF)

Editorial (WM) Lainnya...  Kembali